Kamis, 20 Oktober 2011

Change Management


Change Management

Change Management (seperti yang disebut PMBOK: Integrated Change Control yang masuk dalam phase Monitor and Controlling Process) adalah merupakan bagian dari Project Integration Management. PMT Sendiri adalah singkatan “Project Management Team” yang terdiri dari Project Manager beserta jajarannya Staff nya / indirect woker, termasuk didalamnya Project Control. Memang benar yang disebutkan PMT (dan terutama Project Control) yang mendefine perubahan sampai dengan impact cost. Namun inisiasi dan interaksi bisa jadi dari seluruh PMT.

Change Management berbicara mengenai kemampuan kita memanage Perubahan dalam project. Saya tekankan Perubahan TIDAK BISA dihindarkan dalam suatu project.

Oleh karena itu kemudian, kita juga sering mendengar tentang Kontigensi biaya (Contingency Cost). Sebagai bahan diskusi dan melanjutkan tulisan saya sebelumnya tentang Change Management, saya akan coba menjelaskan beberapa langkah sebelum menuju ke Change Management itu sendiri.Mungkin ada baiknya flashback sedikit ke tahapan perencanaan project,

Pentahapan Project

Seperti yang pernah dibahas dalam penahapan project sebelum menjadi sebuah eksekusi (EPCI misalnya).AACE telah membuat penahapan yang diikuti hampir oleh semua major producer O&G.

Berikut sedikit ringkasan penahapannya:

1.Tahapan FEL-1 (Identify/Appraise/ Concept Selection Phase – AACE Class 5 Estimates) Akurasi range : -20 s/d +50%

2.Tahanpan FEL-2 (Select Phase – AACE Class 4 Estimates)- Akurasi range: -20 s/d +40%

3.Tahapan FEL-3 (Optimise / Define Phase - AACE Class 3 Estimate) - Akurasi Range: -10 s/d +15%

4.Eksekusi

Risk Analysis & Contigency

Kemudian kita berbicara masalah Perkiraan biaya (Estimate) dan Management Resiko dengan “Risk analysis” nya.

Berangkat dari Deterministic (most likely) cost estimate, dimana penetuan perkiraan biaya yang belum ditambahkan biaya resiko (kecuali eskalasi).

Selanjutnya dilakukanlah Risk Analysis dengan metode-metodenya, yang kemudian menghasilkan "Impact Cost" (dan Schedule tentunya) yang bisa diabsorb/diterima oleh Project Management, yang kemudian singkatnya dihasilkanlah suatu "Project Cost Contigency".

Jadi yang dimaksud dengan "Project Cost Contingency": adalah biaya yang ditambahkan kedalam deterministic cost estmate untuk memberikan ruang gerak kepada “sesuatu yang tidak pernah diperkirakan sebelumnya” dalam sebuah scope project (allowance to cover unforeseen cost or time within defined scope)

Dan dari sini kita akan mendapatkan p10, p50 dan p90 dari deterministic cost estimate (dan juga schedule). Jadi Cost dan Schedule yang digunakan eksekusi biasanya akan merefer kepada p50 estimate (termasuk contingency).

Pertanyaan kemudian bagaiamana mewujudkan nya kedalam proyek “Turn Key” (arti harfiah gaul nya : “proyek borongan – owner tinggal memutar kunci untuk start pada penutupan project”)

Dalam proyek proyek tersebut (dengan system di Indonesia terutama) biasanya didorong untuk menggunakan lump sum type of contract. Apakah harus dipertegas lagi “NO CHANGE ORDER”?

IMHO, menurut saya sangat menyulitkan kedua belah pihak. Apabila distate “no change order”, artinya kemungkinan segala resiko perubahan ditanggung oleh contractor, dan ini bisa mengakibatkan contingency cost berpindah dari owner ke contractor dengan biaya yang lebih dari 15%.

Jadi darimana sumber pembiayaan Perubahan (Change Order) ? jawabannya berasal dari contingency cost. Oleh karena kita perlu menerapkan Change Management dengan baik seperti dalam tulisan saya sebelumnya dan juga yang tergambarkan dalam poster tersebut,sehingga diharapkan tidak mengakibatkan dispute dikemudian hari.

Memang dari sisi contractor, Changes akan menjadi suatu lahan yang “dicari-cari” untuk mendapatkan keuntungan lebih dari pada original contract dan profit margin yang telah dijanjikan ke Management. Namun tujuan saya menulis ini adalah kesadaran semua pihak dengan menjalankan dan memanage Perubahan Proyek baik secara keilmuan dalam Project Management sehingga menghasilkan perubahan yang "Legitimate, Auditable and Transparent"

Apalagi ini untuk proyek migas di Indonesia ujung-ujungnya adalah Uang Negara dalam terms Cost


Change Management vs Change Management


Sengaja saya membedakan MoC ini dengan Change Management.
Karena paradigma selama ini (baca: pengertian sehari2) untuk kita
yang berada di operator o&g: MoC adalah manajemen perubahan terhadap
proses operasi dan produksi. Perubahan yang harus disertai oleh Hazid,
Hazop, risk assesment etc untuk kemudian baru bisa diimplementasi kan.

Sementara yang saya maksudkan disini adalah dalam MoC dalam Project.
Dan pengertian secara luasnya adalah Change Management.

Di perusahaan saya bekerja disebut juga PMOC (Project Management of Change).
Menarik sekali, sebab dengan sistem ini kita terus dipacu agar terus
mencatat secara baik (proper recording) setiap perubahan terhadap
premises (scope/quality, cost & schedule) dalam setiap tahapan
project.
Tools/Software yang dipakai bisa bermacam-macam, yang jelas SETIAP
PERUBAHAN perlu dicatat.
Karena kadang kita lupa (atau sering tidak memperhatikan) bahwa
changes /perubahan hanya perlu dicatat dan dilaporkan apabila ada
perubahan terhadap cost maupun schedule.

Sebagai contoh: Evolusi design di tahapan FEED, FEL1/2 s/d FEL3 adalah
changes. Mungkin impact terhadap cost&schedule tidak significant dalam
FEED budget dan schedule, karena obyek yang dihadapi adalah studi
namun sangat berbeda apabila telah di tahapan eksekusi/EPCI.

Dalam EPCI eksekusi phase. Diperlukan komunikasi yang baik antara
owner dan kontraktor. Pengalaman yang saya alami baik di kontraktor
maupun di owner. Sengaja ada agenda-agenda "tersembunyi" yang kemudian
baru dimunculkan ketika di akhir project.
Mungkin hal ini untuk menghindari "konflik" di awal-awal project yang
biasanya (kalau bisa diibaratkan menikah) adalah fase "kemesraan"
antara owner dan kontraktor.
Sehingga diakhir project adalah fase "perselisihan" claims dan fase
penyelelesaian disputes. Sehingga saya pikir perlu sekali untuk
melakukan proper "Change Management" sejak awal dilakukan eksekusi
proyek.

Pada intinya, diperlukan teknik komunikasi yang baik dalam
mengidentifikasi setiap perubahan yang ada antara kontraktor dan
owner. Teknik tersebut bisa dilakukan dengan biweekly meeting (minimal
satu bulan sekali) untuk membahas dan mencatat setiap perubahan yang
ada dari project premises (atau SOW kontrak yang disepakati)
Dan sistem ini perlu dituliskan dan dibakukan dalam prosedur yang disepakti.

Tahapan-tahapan berikutnya seperti dalam Changes management process
slide saya, adalah diskusi dan solusi dalam menghadapi
perubahan-perubahan tersebut. Mitigasinya sebagai: avoidance atau
acceptance bahkan kalau memungkinkan transfering terhadap changes/risk
tersebut.

Resolusi dalam pelaksanaan pekerjaan (agar tidak menggangu jadwal
kerja) walaupun belum dicapai disepakati harga yang final dll. Namun
paling tidak "ball park" - gambaran besarnya sudah disepakati dan
dicatat.

Disinilah diperlukan transparansi, profesionalitas dan auditable
dengan adanya proper dokumentasi
Dan tak kalah penting adalah pelaporan berkala terhadap stakeholder
(line management, partners dan pemberi approval budget)

Sehingga proses akhir dari EPC phase ini adalah "menghasilkan" sesuatu
seperti yang dijanjikan dalam premises, tanpa harus diselesaikan
dengan "perselisihan" claims & disputes yang berkepanjangan diakhir
project.

0 komentar: