Senin, 26 Desember 2011

Sebuah berita di Kompasiana tentang PLN yang mematikan listrik fasilitas umum, Solo Bangkrut, PLN Matikan Listrik :

" Bermula dari berita di media massa lokal, beberapa hari lalu. Tentang ancaman Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk mematikan sebanyak 17.000 lampu Penerangan Jalan Umum (PJU) di seantero Kota Solo. Hal ini dilakukan karena Pemerintah Kota (Pemkot) Solo belum juga membayar tunggakan PJU senilai Rp 9 miliar."

Dan untunglah hal ini dapat diantisipasi dengan komunikasi yang baik antara pimpinan pemerintah daerah solo yang dikomandani walikota pak Jokowi yang fenomenal itu dengan Manajemen PLN. Dan disertai solusi jangka panjang: Solo mulai berinvestasi dengan menggunakan lampu LED dan panel surya atau solar cell di semua PJU. Sehingga Solo bisa terang kembali

Dan hal ini membuat saya tergerak untuk menulis tentang bagaimana analisa keekonomian tentang fasilitas umum, dan disebuah diskusi disebutkanlah istilah TCO, dan rupanya menarik juga membahas istilah tentang TCO ini. Karena terus terang, saya juga baru mendengar istilah ini.

Apa itu TCO?

Seperti subyek diatas, TCO dapat disebutkan secara ringkas sebagai: total biaya langsung (direct cost) dan tidak langsung (indirect cost) yang merupakan total biaya untuk "memiliki" sebuah aset.
http://operationstech.about.com/od/glossary/g/TCO.htm
http://en.wikipedia.org/wiki/Total_cost_of_ownership

Yang sebenarnya istilah ini berawal mula dari istilah IT (Gartner), yang mana didalamnya termasuk juga biaya "ownership" dalam hal operasi dan maintenance dan termasuk didalamnya perkiraan biaya downtime dlsb. Untuk masing-masing perusahaan mempunyai spesifik berbeda-beda deinisi costnya.
http://www.gartner.com/technology/it-glossary/tco-total-cost-ownership.jsp

Lalu bagaimana bisa didapatkan nilai ekonomisnya?
Dari beberapa referensi yang didapat, hal ini didapat dengan sekedar membandingkan (comparing) dari TCO option #1 dengan option yang lain.. Karena dibahasan ini adalah soal penerangan jalan, yang tidak menghasilkan pemasukan secara langsung, dengan sudut pandang asset yang bersifat services atau pelayanan.

Dengan komparasi penghematan menggunakan sistem yang baru, dibandingkan sistem yang lama, sehigga didapatlah "gain" dan akhirnya bisa didapat "net cashflow" dari scenario ini, sehingga lebih lanjutnya dapat dihitung nilai ke-ekonomiannya dengan NPV,IRR, ROI, payback period dlsb, seperti halnya menghitung lifecycle costing.
http://www.solutionmatrix.com/total-cost-of-ownership.html

Moreover, if Proposal Scenario costs are lower in some areas than the corresponding Business as Usual Scenario costs, the Incremental cash flow statement will show cost savings in these areas. Cost savings can be treated as cash inflows, allowing the analyst to extend the analysis with investment-oriiented metrics such as return on investment, internal rate of return, and payback period. In that case, the TCO analysis might be summarized with an array of financial metrics that looks like this:

   3-Year Figures in $1,000s  Proposed
 Acquisition
 Business
 as Usual
Incremental
Differences
   Total Cost of Ownership    $14,256

  $17,258

  $(3,002)
   Capital Costs & Expenses (CAPEX)

    $1,219

     $707     $511
   Operating Costs & Expenses (OPEX)

   $13,037

  $16,550

  $(3,513)
   Net Cash Flow          —       —     $2,981
   Net Present Value @8% (NPV)          —       —    $2,365
   Internal Rate of Return (IRR)          —       —     121%
   Simple Return on Investment (ROI)          —       —     24.9%
   Payback Period          —       —  7 months

The negative values in (shown in parentheses) indicate cost savings under the Proposal scenario relative to Business as Usual. Those who want to understand fully where these metrics come from will of course have to have access to the three cash flow statements.


Mungkin sedikit berbeda dengan total cost management framework dalam sebuah rencana yang mempunyai value of return / profitablity, yang melihat asset dengan opportunity yang berbeda-beda yang berdasarkan net-cashflow nya dan diakhiri dengan nilai ke-ekonomiannya. Sehingga analisa TCO mungkin hanya digunakan sebagai data awal untuk menentukan nilai keekonomian sebuah rencana.

Sabtu, 24 Desember 2011

Planning and Schedulling Professional (PSP)
PSP certification, adalah sertifikasi yang dikeluarkan oleh AACE International, sebuah lembaga profesional nirlaba untuk keahlian cost engineering.
AACE adalah sebuah lembaga sertifikasi yang mungkin sudah terkenal di dunia industri konstruksi dengan CCE nya (Certified Cost Engineer) dan PSP adalah sebuah option bagi seorang scheduler, Planner, atau Project / Production Planning and Control untuk mendapatkan sertifikasi di AACE ini.
Namun untuk industri di Indonesia, lembaga ini memang tidak setenar seperti halnya Project Management Institute/ PMI, yang mengeluarkan sertifikasi PMP (Project Management Profesional).
Dan versi lokal nya, lembaga nirlaba Project Management ini, di Indonesia adalah IAMPI (Ikatan Ahli Manajemen Proyek Indonesia.

Memang ilmu tentang biaya (cost engineering) disebuah Industri tidak bisa lepas juga dari masalah penjadwalan, schedulling, sehingga menurut saya, AACE ini mengeluarkan sertifikasi PSP dengan requirement yang lebih minimal daripada sertifikasi CCE yang memerlukan papper (tulisan) ilmiah yang layak untuk dipublikasikan sebelum mendapatkan sertifikasinya.
Perlu diketahui juga, AACE tidak mengkhususkan diri pada dunia konstruksi, malah juga sebenarnya merefer pada dunia industri (manufaktur pada umunya) yang bisa dilihat pada bukunya Total Cost Management Framework (TCM Framework), yang bukunya dapat diunduh pada link-link laman e-book yang umum (scrbd.com atau di 4shared.com).

Dan berikut merupakan ringkasan yang saya ambil di web site AACE untuk sertifikasi PSP:

Candidates for the Planning and Scheduling Professional (PSP) designation must meet these minimum requirements:
1.Experience requirements
At least 8 full years of professional experience, of which up to 4 years may be substituted by college/university degree. Related degrees include: engineering, building construction, construction technology, business, economics, accounting, construction management, architecture, computer science, mathematics, etc.
2.Submit application and fees
AACE Members US$350.00 Non-Members US$500.00 for the regular fee, subtract $50 for the early fee deadline. Submit the application, work/education verification and fees, at least 40 days before the next exam date to be scheduled at an exam site.
3.Document experience/education
Applications are reviewed and verified. Please submit a copy of college degree(s) with your application, plus any letters that could expedite the verification process.
4.Pass the examination
To become PSP™ certified, an overall passing score must be achieved, as determined by the Certification Board.

The examination process
The PSP examination consists of four parts (1 hour 45 minutes each).
Part I is Basic Knowledge. It consists of multiple-choice questions concerning the basics of planning and scheduling.
Part II is a real-time Communications Exercise. It requires the candidate to draft the equivalent of a one-page typewritten (maximum) memorandum to simulate reporting on planning and scheduling analysis to the project manager, explaining the issues and proposing a solution regarding a given problem.
Part III is a Practical Exercise. This part entails answering a series of multiple-choice questions concerning various aspects of a single problem.
Part IV is Planning and Scheduling Applications. It consists of multiple-choice questions involving planning and scheduling scenarios.


Manfaat mempunyai sertifikasi PSP
Seperti halnya sertifikasi profesional yang lain, mengetahui afiliasi lembaga pengeluar sertifikasi profesional dengan dunia industrinya dan negara-negara yang biasa menerapkan/menggunakan lembaga ini sangatlah perlu. Hal ini penting, agar kita mengetahui hasil dan tujuan, dari apa yang ingin kita dapatkan(/harapkan) setelah mendapatkan sertifikasi ini.
Walaupun mungkin ada juga yang beralasan demi menambah bidang keilmuan, namun menurut saya, kalau hanya sekedar untuk sebuah keilmuan dan pengetahuan saya kira tidak perlulah sertifikasi.
Kemudian pertanyaannya, seberapa penting dan manfaat sertifikasi ini?
Jadi bagi pribadi-pribadi yang ingin menambah nilai jualnya terutama yang mengincar jenis pekerjaan sebagai profesional Planning And Schedulling (Project Control) hal ini sangat tepat. Karena AACEI ini sudah terkenal di dunia industri konstruksi dan juga dinegara asalnya, Amerika, hampir semua industri konstruksi berafiliasi dengan standard keilmuan ini. Dan pasar di negara-negara middle east juga sangat memperhatikan kualifikasi dan sertifikasi Internasional seperti ini.
Namun kalau untuk industri Indonesia, tidak seperti halnya PMP apalagi di dunia industri IT, untuk PSP saya belum melihatnya sebagai suatu kebutuhan yang mendesak bagi Industri Indonesia.

Senin, 28 November 2011

Mencermati berita akhir-akhir ini di detik.com tentang 90 Orang Jadi Korban Antrean Blackberry 'Murah'dan korban 3 Patah Tulang. Membuat saya tergerak untuk menulis.
Soal Blackberry atau barang elektronik lainya, dalam perspektif saya, merupakan kebutuhan masing-masing individu yang mungkin bisa berbeda. Tapi sebenarnya bukan hanya masyarakat Indonesia yang gila sifat konsumtif, sebenarnya kalau mau melihat yang lebih luas, saya melihatnya ada beberapa hal yang perlu dicermati:

1. Soal konsumtif,
Dalam soal konsumtif dan khusus kasus "gila diskon", sebenarnya hampir berlaku ke semua negara. Ambil contoh film mister bean, yang rela antri sampe menginap di depan "department store" untuk mendapatkan antrian terdepan karena ada "Sale" atau cuci gudang / harga murah beneran. Dan bukan seperti "sale"nya R****na yang sebenarnya "pura-pura":), dan lagi menurut film itu, Mr.Bean sampai pulang duduk di sofa diatas mobil moris mini nya..:)
Dan juga informasi yang saya dapat dari milis dari lorco.id, menyebutkan informasi pada saat Wal-Mart Amerika menggelar obral produk produknya pada tahun 2008, 1 orang tewas dan 11 orang teluka saat itu akibat antrian yang semakin kacau menjadi arena berdesak desakan dan berebut produk bagi 2000 konsumen yang menyerbu Supermarket yang didirikan oleh Sam Walton tersebut.
Kesimpulannya, perilaku konsumtif ini sangat "manusiawi", dan ini kalau bagi saya adalah purely soal promosi dan "sale" dari produsen yang memang "jarang terjadi" di sini, kemudan ini juga soal kesempatan konsumen mendapatkan harga yang lebih murah dan terakhir adalah soal "kebutuhan" masing-masing pribadi dan kemauannya untuk mendapatkan harga yang "murah".
Diskon 50% nya aku pikir adalah diskon "betulan", dan cukup menggiurkan buat sebagian orang. Bisa saja yang beli adalah dengan maksud dijual kembali .. Dan ini kreatif diantara kesempatan kerja yang sempit..:)

2. Budaya antri,
Tidak seperti budaya antri dan tertib di Jepang dan di negara-negara maju lainnya, masyarakat Indonesia termasuk "terbelakang" soal antri dan tertib. Seperti tulisannya cak Imam Robandi dalam etos sakuranya, budaya antri adalah cermin kepribadian yang menghormati hak-hak orang lain.
Jadi bagi saya, untuk generasi yang sekarang yang dibutuhkan adalah aturan dan mekanisme yang jelas dan tegas (misal dibuat tali antrian dan pengawasan yang ketat dst)
Untuk kedepan, saya kira soal kebudayaan dan pendidikan moral harus ditanamkan sejak awal, sehingga kedepannya walaupun tanpa pengawasan dan alat-alat pembatas lainnya sudah dapat dengan tertib melakukan antrian..

3.Lemahnya perlindungan terhadap konsumen.
Sudah seharusnya pihak pelaksana mendapatkan teguran dan juga " hukuman" dari pemerintah/yang berwenang. Melihat dari berita itu, kecelakaan yang mengakibatkan terluka apalagi sampai celaka (patah tulang).
Sementara pada kasus Walmart di atas, Retailer terbesar di dunia itu harus menghadapi tuntutan kriminal, denda sebesar 10.000 US Dollar, dan kewajiban membayar uang kompensasi untuk para korban sebesar 400.000 US Dollar atas peristiwa Jumat Kelabu, sehari setelah hari perayaan Thanksgiving.
Dan OHSA menyebutkan penyelenggara suatu acara yang menjadikan adanya kerumunan massa untuk mengetahui dan menerapkan "Crowd Management Safety Guidelines" (Panduan Keselamatan Manajemen Kerumunan Massa) untuk keselamatan kita semua, baik itu para konsumen/ pengunjung atau penyelenggara.
Bila perlindungan terhadap konsumen kuat, maka pihak penyelenggara pasti akan didenda dan seharusnya memberikan kompensasi terhadap para korban ini akibat kelalaian acara ini.
Tapi ya begitulah kondisinya, prediksiku akhirnya hanya sebatas "peneguran" dan masuk berita/ koran seperti di detik.com ini tanpa ada konsekwensi.


Tinjauan fase Proyek sampai dengan Operasi

Seperti yang sudah diketahui fase proyek selalu melewati tahapan: 1.inisiasi - 2.perencanaan - 3.eksekusi dan terakhir 4. close out untuk kemudian diserahkan untuk Operasi.
Fase Perencanaan/Planning adalah fase studi kelayakan (feasibilty study) atau juga disebut dengan desain perencanaan, dalam fase ini tidak ada pekerjaan berbentuk fisik, karena lebih bersifat perencanaan (dan enjineering/rekayasa) diatas kertas, terhadap semua rencana sebelum kemudian masuk ke fase berikutnya, dan umumnya kontrak kerja untuk phase ini dalam bentuk Engineering study (FEED) atau Studi Kelayakan proyek.
Fase Eksekusi, merupakan kelanjutan dari fase Perencanaan, dimulai dengan Detail Enjineering atau lebih mendetailkan pekerjaan sebelumnya, kemudian untuk dilaksanakan dengan eksekusi (pelaksanaan pekerjaan) dalam bentuk fisik. Umumnya bentuk pekerjaan eksukusi ini dalam bentuk EPC kontrak. Kemudian Pada akhir fase eksekusi sebelum Close Out Proyek, bersamaan itu juga dilakukan serah terima kepada pemilik (owner) untuk kemudian dapat dioperasikan.
Dan untuk standard kontrak yang saya tahu selalu ada masa garansi oleh kontraktor pelaksana. Dan umumnya coverage terbatas dalam waktu 1 tahun (dalam kontrak2 FIDIC), dan sependek pengetahuan saya paling lama adalah dalam bentuk ekstensi tahun2 berikutnya tergantung kontraknya. Dan biasanya termasuk dalam terms ekstensi kontrak dalam pemeliharaan (O&M / Operasi dan maintenance).

Pentingnya QA/QC dan proses verifikasi / sertifikasi.

Ada catatan penting yang mungkin harus dilakukan dalam proses detail desain/enjineering dalam fase eksekusi.
Pentingnya proses Quality Assurance / Quality Check (QA/QC), tentunya semua sudah sepakat, memang harus dijalankan dengan baik.
Proses menerima hasil pekerjaan kontraktor harus dilakukan dengan kaidah yang disepakati, sesuai dengan lingkup pekerjaan (Scope of Works) dan dicatat dengan dokumentasi untuk keperluan informasi pada saat selanjutnya (masa operasi misalnya). Ketika menerima / menyepakati pekerjaan yang dilakukan oleh kontraktor dengan approved progressnya, artinya ada verifikasi QA/QC, kemudian bisa dikatakan tanggung jawab hasil pekerjaan berpindah dari konraktor ke owner / pemilik proyek.
Sehingga sampai saat ini saya selalu angkat topi untuk rekan-rekan QA/QC yang selalu menjunjung tinggi profesionalitasnya.

Hal lain yang perlu menjadi catatan, seperti yang ditulis oleh Prof. Priyo Suprobo, seorang ahli civil structure dari ITS Surabaya, adalah: bahwa minimnya Insinyur Profesional yang (bersertifikasi) di Indonesia, dimana seharusnya para insinyur/enjineer sebagai perencana, pelaksana dan pengawas proyek harus mempunyai sertifikasi sebagai Insinyur Profesional, seperti yang disyaratkan oleh UU no.18 tahun 1999. Hal ini dimaksud,w secara ringkasnya, adalah menjamin kualitas hasil produk jasa konstruksi. Namun soal peraturan tinggallah peraturan diatas kertas tanpa adanya "law enforcement" yang jelas dan tegas. Dan kedepan sebagai pembelajaran, seharusnya lebih ditekankan lagi oleh regulator (negara beseerta lembaga-lembaga pelaksananya), menjadikannya prasayarat dalam setiap melakukan pekerjaan konstruksi.

Dari penelitian teknis yang dilakukan oleh tim ITS, mengenai robohnya jembatan Kukar dapat disimpulkan dalam video ini.
Analisa yang mungkin dapat di ambil kesimpulan sementara dari tim teknis ITS ini adalah:

Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) ini juga menambahkan, material yang digunakan sebagai bahan pembuatan jembatan tidak memenuhi standar. ''Material yang digunakan adalah FCD 60 (besi tuang, red) yang memilki ketahanan impak rendah,'' terangnya.


Dan kemudian yang tak kalah pentingnya juga adalah proses verifikasi desain enjineering pelaksana pekerjaan (maupun juga owner) oleh lembaga sertifikasi yang diakui/diatur oleh regulator (negara) yang dilakukan oleh pihak ketiga (third party).
Setahu saya untuk proyek Migas, walaupun dengan segala kontroversinya, proses verifikasi desain enjineering ada yang disebut dengan SKPP/SKPI: SKPP (sertifikat kelayakan penggunaan peralatan) untuk single sistem proses dan SKPI (sertifikat kelayakan penggunaan instalasi) untuk sebuah plant (areal proses produksi) yang dikeluarkan oleh MIGAS lewat perusahaan jasa inspeksi teknis (PJIT)nya. Namun untuk konstruksi umum, terus terang saya belum familiar untuk proses sertifikasi design oleh pihak ketiga ini.

Tentunya dengan adanya sertifikasi para pelaku eksekusi dan proses verifikasi desain / enjineering ini akan menjadi sangat penting, karena peranan regulator (negara) dengan lembaga ketiga nya (third party) yang memastikan proses desain dilakukan dengan baik dan benar, sesuai dengan kaidah enjineering yang disepakati dan dapat menjamin keselamatan dalam ber operasinya, apalagi hal ini menyangkut keselamatan publik.


Jembatan Tenggarong (Kukar / Kutai Kertanegara)runtuh

Kasus jembatan runtuh / ambles, yang sempat diblow up media, seingat saya juga pernah terjadi pada jembatan layang disekitaran Jakarta Utara, dan sekarang di Kalimantan Timur ini.
Soal garansi, karena sudah lewat dari masa garansi (lebih dari 1 tahun), maka menurut saya tanggung jawab ada pada pemilik proyek (Owner) yang mengoperasikannya, bukan pada kontraktor.

Untuk meruntut hal ini, hal-hal yang perlu diaudit dan diverifikasi adalah:
1. Proses Detail desainnya. Perlu dilihat lagi desain dan asumsi yang ada pada saat eksekusi.

2. Proses QA/QC nya Verifikasi, dan sertifikasi desainnya (bila ada), untuk memastikan bahwa proses sudah dilakukan dengan benar. Dan ini memerlukan "forensic analysis" terhadap data dan dokumentasi (inilah pentingnya dokumentasi).

3. Proses Maintenance dan Operasi, walaupun sebuah jembatan, proses O&M nya bisa jadi adalah pemeriksaan secara berkala pada struktur bangunan dan perubahan2nya dari point nomor 1 dan 2. Termasuk bila terjadi kerusakan secara major pasti seharunya dapat diindikasikan sebelumnya. Karena bila sebelumnya telah mempunyai data dan informasi yang teratur dengan O&M yang baik, seharusnya hal ini sudah dapat diprediksi dan dapat dimitigasi.

Kalau dilihat, terlepas benar salahnya waktu pelaksanaan, memang paling gampang yang disalahkan pada kasus ini, adalah pihak yang terlibat pada tahap pelaksanaan. Dan akhirnya kita selalu mengambil shortcut dengan menyimpulkan "salah kontraktor pelaksana"..
Padahal dalam proyek, seperti yang saya sebutkan dibawah, approval atau persetujuan terhadap hasil pekerjaan, artinya juga memindahkan "resiko" hasil pekerjaan kepada owner/pemilik proyek.. Makanya saya menyebutkan pentingnya proses QA/QC dan verifikasi serta sertifikasi oleh owner/pemilik proyek.

Untuk kasus ini, mengapa saya sebutkan O&M yang sangat berperan, karena untuk kasus ini dalam persepktif project management sudah melewati masa garansi dan ikatan kontraktual sudah tidak ada. Sehingga yang ada adalah kewajiban Operasi & maintenance (oleh pemilik / owner). Dan dengan O&M seharusnya sudah bisa diindikasikan sebelum terjadi kejadian. (Preventive and Predictive maintenance). Karena klaim-klaim konstruksi, selalu berangkat pada Contract, ikatan hukum (legal binding) kepada para pihak yang mengikatkan diri, yang juga mempunyai jangka waktu yang tertulis dalam kontrak. Dan klaim konstruksi dalam kontrak hanya bisa terjadi pada periode / jangka waktu yang tertera pada kontrak (kontrak period). Selepas waktu itu, para pihak sudah tidak mempunyai ikatan secara kontrak (hukum) lagi.

Dan bila mau dibawa kepengadilan, dengan UU konstruksi misalnya, dengan mekanismenya dengan Peraturan Pemerintah. IMHO, saya kira proses ini akan rumit, dengan alasan saya sebutkan sebelumnya. Dan setelah saya coba browse peraturannya dari website PU, mengatur batas waktu maksimal 10 tahun sejak penyerahan hasil kerja, walaupun design lifenya menyebutkan lebih (biasanya utk konstruksi umum 25-30 tahun).

Jadi kesimpulan dari tulisan ini,khusus untuk kasus jembatan tenggarong runtuh, menurut saya adalah faktor Operasi & Maintenance adalah faktor kunci yang pertama untuk menghindari major destruction dan fatality. Banyak hal yang bisa dihindari dengan melakukakan pengawasan dan mitigasinya sebelum terjadi "impact" terhadap publik.

Kamis, 24 November 2011

Penggunaan Bahasa Inggris disekitar kita

Tadi pagi karena macet dijalan, sempat memperhatikan iklan-iklan di sepanjang jalan gatot subroto Jakarta.
Hampir semua iklan di jalan menggunakan bahasa inggris kecuali beberapa saja yang dihitung dengan jari. Dan kebetulan perhatian saya tertuju pada iklan reklame G****a, entah kenapa ini menarik perhatian saya, mungkin karena sebuah perusahaan besar dan juga katanya sebagai perusahaan kelas dunia. Dan iklan Baliho di jalan Gatot Subroto pada pertigaan Tendean Jakarta, disitu tertulis: "We do it all for you, G****a Indonesia continues to transform to better serve you"
Buat saya, walaupun secara tatabahasa Inggrisnya benar dan sayapun bukan ahlinya soal ini, namun sangat terasa, bahasa inggrisnya adalah bahasa Indonesia yang di "english" kan (walau mungkin bisa berbeda antara "rasa" saya dengan yg lain).

Jadi ingat beberapa tahun yang lalu, ketika pemerintah mengadakan penertiban soal nama dan iklan dalam bahasa inggris di media umum, baik pada iklan di jalan-jalan dan juga plang nama-nama perusahaan. Namun yang terjadi ketika itu, adalah muncul nama dan terjemahan dengan bahasa indonesia yang dipaksa-paksakan dan malah terkesan lucu dan mengada-ada.

Namun sekarang, sepertinya "tekanan dan paksaan" dengan peraturannya semakin melemah, oleh regulator (atau pemerintah) (atau memang sengaja melemahkan diri?).
Karena sekarang, kalau mau melihat plang-plang nama perusahaan, nama-nama cafe dan restoran, outlet-outlet di mall..semua menggunakan istilah dalam bahasa inggris, tanpa malu-malu bahkan sepertinya bangga, dengan menggunakan "full" bahasa inggris sampai dengan menunya dan mungkin sama persis dengan prinsipalnya di negara asalnya (kalau yang berlisensi). Walaupun banyak juga yang sebenarnya asli Indonesia, terkesan latah ngengres, seperti donat J-co dan sour sally.

Ini juga menurut saya, sangat bagus dan kreatif untuk "menjual", walaupun banyak juga yang mungkin bikin saya berkerenyit dahi untuk mengartikannya. Mungkin ingin menunjukkan "kelasnya" sebagai perusahaan (atau resto / toko) kelas dunia.

Dan kesimpulannya untuk bahasa Inggris di Indonesia, ternyata (untuk sebagian orang) Indonesia sebenarnya bahasanya sudah mendunia, dan kita dapat menerima itu.


Penggunaan bahasa inggris pada forum-forum resmi pemertintahan Indonesia

Pasti semua sudah tahu tentang ironi berbahasa Indonesia, untuk pemimpin pemerintahan kita, yang sering menggunakan istilah-istilah asing (bahasa inggris) dalam beberapa kesempatan resmi kenegaraan. Salah satu contohnya, kebetulan acaranya bertepatan dengan sumpah pemuda kemarin.

Dan sebuah ironi juga, ketika tahun 2009, untuk memperingati sumpah pemuda juga dengan menggunakan tema : National Summit 2009. Dan masih banyak berita soal berbahasa inggris ini pada elite pemerintahan kita yang salah satunya dapat dilihat diberita kompas ini.
Dan ironi berbahasa juga tergambarkan secara jelas diwebsite Sekretariat Negara, dimana masih menggunakan istilah "home", "news" dlsb.
Dan banyak juga soal salah kaprah penulisan terjemahan bahasa inggris dalam pengumuman diruang publik resmi yang bukan saja ironi,bahkan mengundang tawa. Entah mungkin bermaksud lebih ber"intelektual" sehingga mencoba untuk memasukkan bahasa asing didalam iklan ke ruang publik ini.

Hal ini tidak saja terjadi pada pemerintahan, bahkan di dunia pendidikan juga sering kita menemukan terjemahan-terjemahan yang lucu. Mungkin diperlukan pembiasaan dan pembelajaran yang intensif buat semua agar dapat berbahasa dengan baik.

Jadi kalau sudah begini, daripada terus menerus menjadi ironi dan cibiran.
Saya cuma berpikiran, mengapa kita harus malu mengakui bahwa memang bahasa inggris adalah bagian dari bahasa resmi (pemerintah) kita, dan mungkin kita harus bisa menyatakan bahwa bahasa Inggris sebagai bahasa resmi negara (yang kedua).



Kemampuan berbahasa dunia adalah sebuah keharusan dalam pergaulan internasional

Kita tidak boleh kalah dengan negara India, Philipina,Pakistan dan Bangladesh, yang sudah merambah negara luar menjadi tenaga kerja profesional yang lebih dihargai daripada Indonesia yang lebih banyak mampu mengekspor TKI dan TKW non skills.
Dan seharusnya dengan ini (lagi menurut opini saya), kemampuan menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa keunggulan manusia Indonesia yang mau bersaing ditingkat dunia.
Kalau mencontoh beliau-beliau para pendiri bangsa, jangan ditanya soal kemampuan berbahasa asing, sebut saja nama-nama tersebut: Soekarno, M.Hatta, KH.Agus Salim, kemampuan berbahasa nya tidak semata bahasa Indonesia..

Soekarno mempunyai kemampuan oratoris dalam bahasa asing yang sangat menggugah, dan bukan hanya sekedar bisa berbahasa asing yang sangat baik, Bung Hatta juga mempunyai kemampuan bahasa asing yang sangat baik pula. Contoh yang lain adalah KH. Agus Salim, seorang ulama, pernah menjabat sebagai Menteri Luar Negeri, sehingga jangan ditanya kemampuan bahasa asingnya.

Sehingga saya berkeseimpulan tidak mengapa menjadikan bahasa asing yang lain dijadikan sebagai bahasa resmi kedua, tanpa harus takut kehilangan jati diri. Karena esensi Sumpah Pemuda 1928 dan juga semangat pendiri bangsa (buat yang masih ingat), yang tertuang dalam UUD 1945, hanya mensyaratkan bahwa menggunakan bahasa bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan masih membuka peluang untuk sesuai pasal 37 UUD nya, untuk diammendmen dan dilegalisasi untuk keabsahannya.
Seperti halnya tetangga terdekat kita yaitu: Singapore, Pakistan dan Malaysia (walau bukan resmi). Yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi kedua.

Sebenarnya kita punya banyak pilihan dalam menentukan bahasa asing apa yang (perlu) menjadi bahasa resmi negara selain bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan seperti:
* Bahasa Belanda, sebagai bahasa negara yang mengkolonisasi bangsa Indonesia selama 350 tahun
* Bahasa Arab, sebagai bahasa yang dipakai oleh Agama mayoritas bangsa Indonesia.
* Bahasa Mandarin/Cina, sebagai bahasa mayoritas pedagang di negara kita dan juga Negara yang menjadi kekuatan baru Eknomi dunia.
* Atau Bahasa Inggris, seperti dalam pembahasan ini, yang mungkin dapat menjembatani dengan semua dunia yang sekarang sudah digunakan oleh berbagai negara sebagai bahasa standar pergaulan internasional.

Dengan menggunakan bahasa pergaulan Internasional sebagai bahasa resmi negara kedua, saya kira akan lebih memacu rakyat sebagai negara bangsa untuk mencapai kemajuan.
Dan kemudian tidak malu-malu lagi untuk menggunakan bahasa tersebut kepada publik.
Dan hal ini semakin meningkatkan kualitas berbahasa baik secara formal maupun informal, baik media komunikasi verbal maupun nonverbal.

Minimal, semua akan terpacu untuk menggunakan bahasa pergaulan internasional, yang kemudian bila disepakati sebagai bahasa resmi negara
Natinya, akan menjadi biasa orang menawar dengan bahasa inggris, akan fasih mahasiswa bertanya dan diskusi dalam proses belajar mengajar dan seterusnya.

Paling tidak, bukan hanya saya yang mempunyai mimpi seperti ini, seperti pada blog dan berita ini.

Kamis, 17 November 2011



Imam Robandi, salah seorang alumni ITS yang menjadi pengarang buku The ethos of sakura, yang memang sungguh menarik untuk dibaca lembar-perlembar bukunya, karena setiap lembarnya penuh dengan inti dan makna dan cerita soal ethos atau karakter orang jepang yang digambarkan bagaikan bunga sakura dijepang yang memberikan keindahan penuh makna ketika bersemi.

#Memulai
Buku ini dimulai dengan cerita mengenai menyambut kesuksesan yang harus mempercayai diri ini sebagai ciptaan Tuhan yang sempurna (Khoiru Ummah) sebagai khalifah dibumi yang luas ini, dengan karakter "manusia super" untuk menjadi sukses.
Diawali dengan sebuah kata MEMULAI, sebuah "action", sebuah pekerjaan awal dari sebuah mimpi, harapan dan doa. Langkah awal ini merupakan jalan yang harus ditempuh dalam sebuah proses yang harus berjalan sesuai hukum alam, berproses dari yang kecil kemudian terus membesar.

#Winning Spirit
Karakter jepang dengan "martial arts"nya yang terkenal seperti: Judo, Karate juga Jujitsu nya, selalu mengajarkan: bila memang tersedia untuk menjadi yang terbaik, untuk menjadi orang nomor #1, bukan menjadi pengekor. Adalah pilihan yang terbaik untuk mempunyai karakter menjadi pemenang: "winning spirit", bukan pecundang, untuk menjadi nomor satu, yang selalu berada didepan. Untuk itu perlu menghilangkan faktor yang menghambat, seperti faktor-faktor dari lingkungan yang tidak mendukung.

#Berproses
Kemudian soal kebiasaan untuk membuat target dan waktu pencapaian yang definitif. Karena target yang matang dan jadwal yang definitif adalah etos orang jepang yang selalu bertanggung jawab. Jadwal adalah bukan ramalan atau prakiraan, namun lebih merupakan "guide" untuk mengukur keberhasilan maupun kegagalan, untuk dapat mendeteksi berhasil atau gagalnya suatu pencapaian.
Pencapaian membutuhkan proses. Angka 6 datang setelah angka 5, untuk mencapai angka 6 anda harus melangkah dari langkah awal memulai dan terus bertingkat. Semua butuh proses perbaikan secara bertingkat dengan hubungan sebab akibat, dan butuh waktu, dan semuanya tidak ada yang mendadak. Seperti halnya Honda yang pada awal-awalnya ditolak oleh ribuan perusahaan, dan terus berusaha sebagai sebuah proses dan kemudian terakhir berbuah manis dan menjadi besar sampai dengan sekarang.
Pelajaran yang bisa diambil oleh orang jepang dengan ethos sakura-nya, yaitu kesabaran untuk melakukan proses pencapaian, ibarat menciptakan keindahan pohon bonsai yang terkenal itu, diperlukan kesabaran bertahun-tahun untuk menjadikannya pohon kecil nan indah yang lebih bernilai, semua butuh proses dan kesabaran.

#Usaha yang besar
Berorientasi target jangka panjang, artinya juga harus menempatkan proses dan juga target antara dan target jangka pendek. Ketiganya perlu kombinasi untuk menyelesaikan semua target, dan bersinergi untuk mencapai target jangka panjangnya.
Kemudian dari target-target tersebut, harus disertai oleh harapan atau hasil yang besar. Diibaratkan seperti memancing, tentunya ini membutuhkan umpan yang besar. Analogi tentang harapan /dan angan-angan yang besar memerlukan "umpan" atau usaha yang besar pula. Tidak mungkin dapat memancing ikan hiu dengan umpan seekor cacing, yang berarti pula tidak mungkin mendapatkan sukses besar dengan kerja yang "biasa-biasa" saja.
Itulah ethos sakura ..

Rabu, 16 November 2011



Menarik sekali tulisan dari Dadang Kadarusman tentang Pekerjaan Dengan Bayaran Tertinggi
Tentang soal dunia bekerja dan bayaran aka kompensasi saya juga punya catatan yang semoga bermanfaat untuk dibagi:

1. Memantaskan diri:
#Tentang Diri.
Sebuah kata yang sering kita dengar dari beberapa motivator tentang soal memantaskan diri.
Atau istilah yang lain adalah miroring, berkaca diri. Dimanakah dan siapa kita, dan mau seperti apa kita? Dan bagaimana lingkungan sekitar meresponse terhadap segala perilaku kita saat ini?
Disaat kita memantaskan diri untuk sebuah posisi atau pekerjaan tertentu.
Atau mungkin seperti dalam soal mencari jodoh, semuanya itu adalah soal memantaskan diri.
Karena segala sesuata yang terjadi adalah sebuah "response" sekitar kita (alam) terhadap sikap dan atitude kita, dalam lingkaran kekuasaanNYA.
Disaat kita mencari jodoh misalnya, yang sesuai dengan keinginan kita, yang berperilaku baik dst.. Tentunya kita harus memantaskan diri untuk menjadi orang yang berperilaku baik, seperti ada pepatah: "orang baik jodohnya adalah orang yang baik dan begitupula sebaliknya".
Disaat kita selalu bersemangat untuk melakukan pekerjaan dan bekerja sesuai dengan kinerja yang diinginkan oleh perusahaan atasan misalnya, secara logis (harapannya) adalah pasti akan mendapatkan response yang bagus dengan penilaian positif dari atasan dan juga perusahaan. Dan itu artinya peningkatan pendapatan. "The more you do the more will you get".
#Ketika merasa sudah pantas.
Namun pertanyaan apakah ketika kita sudah melakukan yang terbaik, namun perusahaan juga belum melihat harapan kita? Mungkin yang kurang dalam tulisan itu adalah perlu ada komunikasi dengan atasan kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Karena bila tidak, bagaimana bisa dia tahu, mungkin dia merasa "everything is fine, bussines as usual, everybody happy"?
Saya kira ini adalah sebuah usaha atau action yang harus dilakukan. Dari pada sekedar sebuah harapan atau mimpi tanpa tindakan.
Bekerjalah dengan passion dan semangat, karena anda menghargai diri anda, perusahaan anda akan menghargai anda, namun bila tidak, perusahaan lain yang akan menghargai anda ..:)

2. Memberdayakan diri:
#Harga diri, percaya diri..
Untuk meningkatkan "harga diri" diperlukan polesan-polesan dan upgrade, baik knowledge, skills, kemampuan berkomunikasi dan juga yang paling penting adalah Atitude.
Memberdayakan diri sendiri adalah meningkatkan kemampuan dengan memberikan nilai tambah dan value bahwa memang kita pantas dibayar mahal.
Untuk mendapatkan harga yang mahal, anda memerlukan "modal" yang cukup, seperti knowledge dan skills yang bisa dijual dan ini merupakan prasayarat untuk mencapai tujuan kita ketempat yang kita inginkan.
#Etos kerja dan etos diri.
Sebenarnya banyak soal etos kerja yang digambarkan oleh para motivator, dari etos kerja sakuranya cak Imam Robandi, Etos kerja Indonesia Jansen Sinamo sampai dengan etos kerja muslim Ibrahim Elfiki. Semuanya merujuk pada kata kerja: sikap dan atitude yang baik dan positif.
Kita bisa memilih semua etos yang pantas dan sesuai dengan jati diri kita, tanpa harus berpatokan pada satu prinsip saja.
#Benchmark.
Benchmark dengan dunia luar, atau merasakan berapa nilai jual kita adalah salah satu cara mengatasi "burn-out" dalam bekerja. Mencoba dengan memasarkannya keluar, dan "mencari tahu" seberapa nilai jual kita dipasar.
Dalam beberapa penilitian psikologi menunjukkan bahwa hal ini akan memberikan penyegaran terhadap perasaaan "burn-out", kelelahan psikis.
Disanalah kita akan lebih banyak belajar tentang diri, karena dalam beberapa kali pengalaman dengan dr.wawan (wawancara) ini, yang paling sering ditanyakan: "apakah kelebihan anda dan apa kekurangan anda?", disaat itulah seseorang interviewer akan merasakan "aura" anda apakah cocok dengan "aura" perusahaan yang dilamar.
Yang kemudian juga akan membuat kita lebih bisa belajar menilai diri, kondisi yang ada sekarang dan harapan dam kemudian menjadi semangat dalam memperbaiki diri dan fokus pada kekuatan, serta akhirnya akan meningkatkan "harga diri" kita.
Dan kemudian tentunya dengan melakukan inilah kita bisa jadi memutuskan untuk memilih "hijrah" untuk menemukan kesempatan dan tantangan-tantangan baru.

3. Hijrah:
#Pilih bahagia..
"The longer you stay in one place, the greater your chance of disillusionment. (Art Spander)"
Semakin lama anda berada disuatu tempat, maka akan semakin besar anda akan menemukan kekecewaan begitu kira-kira artinya.
Artinya anda harus selalu bergerak untuk menemukan kebahagian anda dalam banyak hal, termasuk dalam bekerja.
Hijrah juga maksudnya bisa jadi mencoba posisi yang baru dalam perusahaan yang disesuikan dengan bakat, minat dan juga kesempatan yang ada.
Intinya kita sendirilah yang menentukan karir kita, untuk meraih kebahagiaan yang ingin kita raih.
Bukan orang lain, apalagi berharap pada perusahaan.
Kebahagiaan itu bisa merujuk pada kebahagiaan diri, ketika kita merasakan puas dan bangga akan hasil kerja kita (dan keluarga kita), atau kebahagiaan untuk orang lain, seperti kebahagiaan rekan kerja (costumer kita) dan juga mungkin kebahagiaan orang disekitar kita dan /atau lingkungan.
Pilihan kebahagiaan dan menemukan kebahagiaan saat ini juga, adalah cara yang paling mudah dalam berbagai pilihan pencarian tujuan kehidupan..
#Loyal terhadap profesionalisme.
Jaman memang sudah berubah, bahkan orang jepang yang katanya loyalis, sudah berubah dengan angka perpindahan karyawan yang tinggi dari perusahaan satu ke yang lain. Karena dunia industrialisasi yang fokus pada working capital, sudah berubah menuju ke digitalisasi dengan fokus pada human capital.
Seseorang sebagai individu lebih dihargai kemampuannya (profesional) dari pada sekedar seorang loyalis.
Kata-kata Loyal seharusnya melekat pada pribadi dengan sebuah kata integritas, atau loyal terhadap profesionalisme.
Apabila dari hasil benchmark kemudian menjadi sebuah "good problem", yang artinya pilihan ini adalah pilihan yang "lebih baik" karena mengandung harapan.
Daripada sebuah "bad problem" yang lebih merupakan adanya ancaman.
Karena memang yang membuat manusia bergerak karena dua hal: Ancaman (ketakutan) dan Harapan (yang berarti juga passion/hasrat).

Demikian sekedar catatan pribadi yang menjadi publik..dan semoga bermanfaat.

Rabu, 09 November 2011

Dalam pelaksanaanya , proses praktis nya dapat dituliskan sebagai berikut:
1. Vendor / Kontraktor Menyiapkan - Local Content statement (sesuai dengan PO)
- Detail Specification of Product
- Other Supporting Documents
Bagian Procurement / User dari KPS mempersiapkan:
- Copy Contract / PO
- AFE / WP&B Approval
Submit ke formalities / Logistik
(2 hari kerja)

2. Bagian Formalities / Logistik KPS- Mempersiapkan RKBI (Rencana RKBI)
- Dikirim ke BPMIGAS
(2 hari kerja)

3. BPMIGAS
Review dokumen pendukung
(6 hari kerja)
kemudian dikirim ke SI - MIGAS

4. MIGAS - SI (Surveyor Indonesia)
- ADP (Appreciation of Domestic Product) Monitoring
- Progress Local Content
- laporan Realisasi Import
- RFW (Request for Witnessing) untuk lokal Fabrication
- Site Inspection bila diperlukan
Verification (15 hari kerja) dan mungkin ada proses tanya jawab dengan KPS / User. sehingga waktu bisa direset lagi.
Migas kemudian mengeluarkan SKEP dan dikirim ke Bea cukai




5. BEA CUKAI
Verification (5 hari kerja)
- Dokumen verifikasi
- HS code
- Harga barang
Dan informasi ini digunakan untuk Custom clearence

6.Custom Clearence:
(2 hari kerja)
- PIB (pemberitahuan Import barang)
- Original Packing List / BL (Bill of Ladding)
- Original Invoice
- SKEP MasterLIST dari MIGAS.

Biasanya proses ini juga biasa dibantu oleh (approved) Agent untuk melakukan proses custom clearence dan master list approval semenjak keluar dari BPMIGAS.
SKEP masterList dari MIGAS harus sesuai dengan keterangan deskripsi pada PIB, BIL dan Packing list.
Sediikit berbeda saja (misal beda pelabuhan asal) akan menjadi masalah, sehingga diperlukan revisi master list yang cukup menyita waktu.
Karena proses ini cukup menyita waktu sekitar 42 hari kerja ( hari-hari kerja diatas merupakan indikasi berdasarkan pengalaman dan informasi, dan bisa berbeda dari case satu dg yang lain) maka diperlukan persiapan yang panjang sebelum material yang memerlukan Master List ini datang di Pelabuhan.

Untuk keterangan lebih lengkap kebetulan saya menemukan link yang bisa digunakan sebagai referensi

-----------------------------------------
Master List adalah dokumen rencana induk kebutuhan Barang Operasi yang akan diimpor dan akan digunakan yang disusun oleh Kontraktor untuk suatu kegiatan operasi dalam lingkup Kegiatan Usaha Hulu sebagai dasar pengajuan impor Barang Operasi yang selanjutnya disebut Rencana Kebutuhan Barang Impor (“RKBI”).
Yang dimaksud dengan Barang Operasi disini adalah semua barang dan peralatan yang secara langsung dipergunakan untuk operasi Kegiatan Usaha Hulu termasuk kegiatan pengolahan lapangan, pengangkutan, penyimpanan dan penjualan hasil produksi sendiri yang tidak ditujukan untuk memperoleh keuntungan dan/atau laba antara lain kegiatan LNG dan/atau LPG sebagai kelanjutan dari Kegiatan Usaha Hulu yang dilakukan Kontraktor yang bekerjasama dengan Badan Pelaksana.
Penggunaan Master List/RKBI dalam kegiatan perusahaan yang bergerak di bidang Minyak dan Gas adalah sebagai syarat untuk mendapatkan:
(i) penanggungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) oleh Pemerintah atas impor barang untuk kegiatan usaha eksplorasi hulu minyak dan gas bumi serta panas bumi; dan (ii)pembebasan pajak bea masuk atas Barang Operasi yang digunakan dalam kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi (“Fasilitas”).

Pemberian Fasilitas hanya akan diberikan atas Barang Operasi yang dipergunakan untuk kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi serta panas bumi dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Barang tersebut belum dapat diproduksi di dalam negeri;
b. Barang tersebut sudah diproduksi di dalam negeri namun belum memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan;
c. Barang tersebut sudah diproduksi di dalam negeri namun jumlahnya belum mencukupi kebutuhan industri.

Barang Operasi yang diperoleh dari hasil impor maupun yang diperoleh dari dalam negeri dan telah masuk dalam Master List/RKBI merupakan Barang Operasi yang akan dipergunakan dengan cara pembelian maupun penyewaan. Untuk Barang Operasi yang disewa berdasarkan kontrak antara Kontraktor dengan pihak lain, maka ada beberapa ketentuan sebagai berikut:
a. Barang Operasi tersebut hanya untuk digunakan dalam Kegiatan Usaha Hulu;
b. Pada saat telah berakhirnya kontrak dalam hal penggunaan Barang Operasi, maka Kontraktor wajib segera melaksanakan ekspor atas Barang Operasi yang disewa.

Dalam hal tidak segera dilakukannya ekspor yang dimaksud, maka Kontraktor atau pihak lain yang berkontrak dengan Kontraktor akan dikenakan sanksi berupa teguran tertulis dan/atau denda sebesar Bea Masuk dan/atau Pajak Dalam Rangka Impor Tidak Dipungut.

Kontraktor dapat melakukan pemindahan lokasi dan/atau pengalihan tanggung jawab antar Kontraktor atas Barang Operasi yang disewa setelah mendapat persetujuan BPMIGAS. Kontraktor wajib segera menyampaikan laporan kepada BP MIGAS dan Direktorat Jenderal mengenai pelaksanaan pemindahan lokasi dan/atau pengalihan tanggung jawab tersebut secara tertulis dan/atau melalui media elektronik. Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud maka Direktorat Jenderal dan BPMIGAS akan melakukan pencatatan dan pengadministrasian atas Barang Operasi yang disewa.

Kontraktor dalam melakukan perbaikan Barang Operasi wajib mengutamakan pemanfaatan fasilitas perbaikan di dalam negeri. Dalam hal fasilitas dalam negeri tidak mampu, Kontraktor dapat mengirimkan Barang Operasi untuk perbaikan ke luar negeri setelah mendapat persetujuan BPMIGAS. Pemasukan kembali Barang Operasi ke dalam negeri dilaksanakan sesuai dengan tata cara impor Barang Operasi yang juga mendapatkan Fasilitas.
Penghapusan Barang Operasi untuk dimanfaatkan, dipindahtangankan atau dimusnahkan wajib terlebih dahulu mendapat persetujuan Menteri Keuangan berdasarkan usulan Menteri ESDM. Untuk mendapatkan persetujuan Menteri Keuangan, BP Migas mengajukan permohonan kepada Menteri ESDM melalui Direktur Jenderal. Pemanfaatan yang dimaksud adalah meliputi sewa, bangun guna serah dan dipinjamkan. Sedangkan untuk pemindahtanganan meliputi penjualan, hibah, penyertaan modal negara, dan tukar-menukar (ruitslag).

Prosedur dan persyaratan yang terkait dengan penggunaan Master List/RKBI adalah sebagai berikut:

i. Tahap pembuatan RKBI
Untuk mendapatkan Fasilitas, Kontraktor terlebih dahulu menyusun Rencana Kebutuhan Barang Impor (RKBI) yang memuat data :
- nama Kontraktor Kontrak Kerja Sama/Kontrak Bagi Hasil;
- alamat;
- NPWP;
- status Kontrak Kerja Sama/Kontrak Bagi Hasil;
- daerah operasi;
- nama kegiatan/proyek;
- nomor dan tanggal pengajuan;
- kode identifikasi material;
- pos tarif (kode Harmonized System);
- deskripsi barang;
- spesifikasi;
- perkiraan jumlah dan harga; dan
- tujuan penggunaan Barang Operasi yang bersangkutan.

Dalam menyusun Rencana Kebutuhan Barang Impor (RKBI), Kontraktor wajib mengutamakan penggunaan barang, jasa, teknologi serta kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri secara transparan dan bersaing untuk perencanaan kebutuhan dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan.

ii.Tahap pengajuan RKBI
Selanjutnya Kontraktor mengajukan permohonan RKBI kepada Direktur Jenderal melalui BPMIGAS. Setelah mempertimbangkan kesesuaian RKBI dengan Authorization For Expenditure (AFE) dan Work Program and Budget (WP&B), BPMIGAS akan menyampaikan kepada Direktur Jenderal dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari setelah diterimanya permohonan dari Kontraktor.
Dalam hal setelah jangka waktu tersebut BPMIGAS belum menyampaikan RKBI, Kontraktor dapat langsung mengajukan RKBI kepada Direktur Jenderal. Pengajuan RKBI oleh Kontraktor dilakukan sebelum dilaksanakan proses pengadaan barang operasi yang tercantum dalam RKBI yang bersangkutan.

iii.Tahap verifikasi
Direktur Jenderal melakukan verifikasi terhadap RKBI meliputi aspek legal, teknis, dan penggunaan produksi dalam negeri.
Verifikasi terhadap aspek legal meliputi:
- nama Kontraktor;
- status Kontrak Kerja Sama/Kontrak Bagi Hasil;
- alamat;
- NPWP;
- daerah operasi;
- nama kegiatan/proyek;
- nomor dan Tanggal Pengajuan.
Verifikasi terhadap aspek teknis meliputi:
- kode Identifikasi Material;
- pos tarif (kode Harmonized System);
- deskripsi barang;
- spesifikasi;
- perkiraan jumlah dan harga;
- tujuan penggunaan Barang Operasi.

Verifikasi terhadap aspek penggunaan produksi dalam negeri mengacu pada kemampuan industri dalam negeri sesuai dengan Apresiasi Domestik Produk (ADP) yang diterbitkan oleh Direktorat Jendral dan Daftar Inventarisasi Barang (DIB) yang diterbitkan oleh Departemen Perindustrian. Dalam rangka pelaksanaan verifikasi RKBI dan penilaian kemampuan produksi dalam negeri Direktorat Jenderal dapat menggunakan jasa surveyor independen.
Direktur Jenderal menandasahkan hasil verifikasi RKBI menjadi Rencana Impor Barang (RIB) dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari setelah diterimanya RKBI secara lengkap dan benar. Terhadap barang yang telah diproduksi di dalam negeri dan memenuhi persyaratan kapasitas dan kualitas produksi, tidak dicantumkan dalam RIB. RIB mempunyai masa berlaku selama 1 (satu) tahun sejak tanggal ditandasahkan. Dalam hal RIB telah habis masa berlakunya, Kontraktor dapat mengajukan RKBI baru.

iv. Tahap pelaksanaan impor
Berdasarkan RIB, Kontraktor menyampaikan pengajuan permohonan penanggungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) oleh Pemerintah atas impor barang untuk kegiatan usaha eksplorasi dan sekaligus pembebasan Bea Masuk dan/atau Pajak Dalam Rangka Impor Tidak Dipungut atas Barang Operasi.
Impor Barang Operasi dilaksanakan Kontraktor dengan mengajukan PIB yang ditandatangani oleh pejabat BPMIGAS atau pejabat Kontraktor yang ditunjuk sebagai kuasa yang sah oleh BP Migas.
Kontraktor dapat memanfaatkan penggunaan kawasan berikat (bounded area) dan/atau gudang berikat (bounded warehouse). Dalam hal impor Barang Operasi yang diatur tata niaga impornya, Kontraktor wajib mengikuti sesuai dengan ketentuan tentang tata niaga impor. Kontraktor juga wajib menyampaikan laporan realisasi impor Barang Operasi setiap 3 (tiga) bulan sekali secara tertulis dan/atau melalui media elektronik kepada Direktorat Jenderal dan BPMIGAS.
Dalam hal terdapat impor Barang Operasi yang telah tercantum dalam ADP tanpa menggunakan RIB maka terhadap importir atau penyedia barang (vendor) yang terikat dengan kontrak/Purchase Order (PO) harus menanggung segala biaya yang dikeluarkan dan tidak dapat dibebankan dalam biaya operasi (cost recovery). Begitu juga apabila terdapat impor Barang Operasi tanpa menggunakan RIB maka terhadap importir atau penyedia barang (vendor) yang terikat dengan kontrak/Purchase Order (PO) harus menanggung segala biaya yang dikeluarkan dan tidak dapat dibebankan dalam biaya operasi.
Terhadap impor Barang Operasi untuk keadaan mendesak yang berdampak pada keselamatan dan lindungan lingkungan dan/atau terhentinya operasi Kegiatan Usaha Hulu, Kontraktor dapat mengajukan pembebasan Bea Masuk dan/atau Pajak Dalam Rangka Impor Tidak Dipungut berdasarkan invoice/proforma invoice yang telah mendapat penandasahan Direktorat Jenderal sebagai pengganti RIB.
Invoice/proforma invoice yang telah mendapat penandasahan Direktorat Jenderal tersebut digunakan Kontraktor untuk melaksanakan impor Barang Operasi dengan mengajukan PIB yang ditandatangani oleh pejabat BPMIGAS atau pejabat Kontraktor yang ditunjuk sebagai kuasa yang sah oleh BPMIGAS. Dalam waktu bersamaan Kontraktor wajib mengajukan permohonan pembebasan Bea Masuk dan/atau Pajak Dalam Rangka Impor Tidak Dipungut terhadap impor Barang Operasi untuk keadaan mendesak. Kontraktor selanjutnya wajib menyampaikan laporan realisasi secara tertulis dan/atau melalui media elektronik kepada Direktorat Jenderal dan BPMIGAS.

Note: Kontraktor adalah K3S (KPS dalam bahasa sehari-harinya)


Negara ini memang sudah habis tentang kebanggaan, sebab setiap yang diberitakan hanyalah soal memalukan.

Negara ini memang sudah habis stok pahlawan, sebab setiap yang diberitakan hanyalah soal pencitraan.

Kami semua haus dan butuh figur untuk ditiru, karena kami semua rindu dan ingin berbuat sesuatu.

Marilah kita lupakan rating-rating penggiring opini, karena sudah lelah kita mentertawakan diri sendiri.

Marilah kita tiru apa yang kita anggap perlu, karena apa yang kita sering lakukan akan menjadi attitude.

Marilah memperbaiki diri dan bekerja pada hal-hal yang kita nikmati, karena menikmati pekerjaan yang dilakukan adalah awal kesuksesan sejati.

Marilah menjadi pahlawan-pahlawan baru, disetiap hal yang menurutmu bisa berbuat sesuatu.

Karena semua itu berawal dari mimpi dan tujuan yang jelas,
dan untuk membuatnya nyata terjadi diperlukan kerja yang keras.

Salam menjelang hari Pahlawan,
Menjelang Ulang Tahun ITS ke 51.

Minggu, 06 November 2011



Menarik sekali tentang wawancara eksklusif Vivanews dengan pak Kuntoro ini, salah satu tokoh TI (Teknik Industri) yang disegani..
Dan barusan juga sempat membaca berita di Koran Tempo, tentang pelaporan Korupsi salah seorang mentri, oleh unit Khusus yang salah satu tokohnya yang membuka kasus ini ternyata pak Kuntoro juga (Kepala Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4)), khusus untuk ke 2 hal ini, menurut saya ini hal yang patut diapresiasi dan didukung.

Saya mencatat kutipan dari wawancara tersebut tentang pelajaran yang dapat kita ambil dalam melihat kehidupan sebagai sebuah Proyek, Perubahan dan Pengambilan Keputusan:

"(Tiga hal) itu yang penting: change, proyek, (dan)memutuskan."

CHANGE, dari perspektif pak Kuntoro, mengibaratkannya seperti dalam ilmu Ergonomi, ilmu tentang kenyamanan dan kesesuaian dari sisi gerak manusia.
"Bahwa tak ada yang terbaik. Tapi yang ada adalah yang lebih baik".
Dimana dalam perspektif saya, walaupun mungkin lain, namun muaranya sama, artinya tentang arti changes dan menyikapi perubahan.
"Changes" itu sendiri memang tidak dapat dihindarkan dalam dunia pada saat ini.
Menyikapi terhadap perubahan, yang berarti pula : penyesuaian terhadap perubahan, beradaptasi dan atau menjadi pelaku perubahan itu sendiri. Berubah atau mati..begitulah kira-kira bagi seorang penganut paham evolusi dan/atau revolusi.
Perubahan (kearah yang positif) itulah yang membuat seseorang menjadi lebih baik dan lebih BERARTI dalam kehidupan.

PROJECT, "hidup ini tidak pernah kontinu, selalu penggalan-penggalan" begitulah komentarnya yang dituliskan.
Istilah yang digunakan "Proyek" cukup menggelitik saya, karena dengan mengibaratkan menyatukan penggalan-penggalan, fase dan episode kehidupan dari yang terserak menjadi satu kesatuan dan tujuan.
Seperti halnya dalam kumpulan proyek terdapat Program (atau biasa disebut PMO/Program Management Office / Portofolio).
Contoh mudahnya seperti Program NASA dalam membangun pesawat ulang-alik, terdapat banyak proyek-proyek didalamnya, dari proyek pembuatan sistem pembakaran, proyek penelitian kaca tahan sinar UV dst, yang semuanya berujung pada Program pembuatan pesawat ulang-alik.
Sepertinya pak Kuntoro sangat menyadari bahwa penggalan-penggalan kisah kehidupan merupakan episode-episode kehidupan yang harus dijalani.
Dalam perspektif saya, mungkin ini yang sering disebut orang dengan:
"Sepertinya kita yang bisa memilih, namun ternyata episode-episode itu memang telah TERPILIHKAN"
Dan tugas kita adalah merajut potongan-potongan kehidupan itu menjadi suatu episode utuh tentang TUJUAN HIDUP.
Dan memang hidup harus mempunyai tujuan atau yang dituliskan Rene Suhardono tentang finding your purpose of life (Vission).
Silahkan tentukan tujuan kehidupan anda, sebagai PROYEK yang harus dilakukan.
Dan belajar dari setiap fase kehidupan selayaknya sebuah proyek, dengan fase-fasenya, dari fase planning / perencanaan sampai dengan eksekusi pelaksanaannya untuk mencapai tujuan.
Setiap orang mempunyai PROGRAM Kehidupan, dalam sebuah PROYEK-PROYEK, dan itu adalah PROYEK tentang DIRI menuju ke tujuan akhir kepadaNYA.

DECISSION / MEMUTUSKAN, ya memang dalam setiap hari kita harus menentukan pilihan-pilihan yang harus dilakukan, dari hal yang sederhana, ingin pakai baju apa kita pagi ini, sampai dengan pilihan-pilihan yang sulit dalam kehidupan, seperti menikah, mencari kerja dlsb.
Soal memutuskan selain diperlukan daya kritis dan logis, dengan pengetahuan dan teknik-teknik untuk bagaimana mengetahui akar permasalahan, mitigasi atau pemecahan masalah, dan kemudian dilakukan keluaran ke sekitarnya dengan komunikasi, negosiasi dan pengambilan keputusan. Juga dibutuhkan pengalaman dan daya pikir "out of the box" untuk dapat menemukan solusi atau keputusan yang tepat, untuk melakukan perubahan kearah yang lebih baik tentunya, seperti pada point yang pertama tentang "Change".
Dan berusaha untuk tidak melakukan kesalahan yang sama.
Dan tentunya yang paling utama adalah menyadari bahwa dari setiap keputusan ada pada yang MAHA menentukan.
Tiada daya upaya tanpa kehendak dari Yang Maha Berkuasa.

Ya selain ketiga inti itu, pak Kuntoro juga menyebutkan:
"Tiga itu inti. Tapi menuju ini, you tetap mesti belajar matematika, fisika, itu ilmu dasar. You mesti tahu ilmu perkakas, ilmu ekonomi, mengerti psikologi. Mengambil keputusan itu psikologi, tapi ada juga matematikanya. Gabungan itu semua, jadi ilmu yang memadukan berbagai kemampuan menjadi satu untuk melakukan perubahan lebih baik."

Yang berarti inti (atau HATI) itulah yang menggerakkan semuanya, namun tetap memerlukan tulang, otot dan kulit
dengan pembelajaran-pembelajaran tentang ilmu dasar dan hal-hal lain yang menunjang ke Perubahan yang lebih baik (Change) dalam menjalani setiap episode kehidupan (Project) dengan selalu mengambil Keputusan-keputusan yang tepat dengan bimbingan Tuhan (Decission)

Demikian sekedar catatan pribadi yang menjadi publik dan semoga bermanfaat....

Jumat, 28 Oktober 2011


Sangat menarik dengan fenomena "freezing the scope of work" dan perubahan-perubahan yang terjadi dalam proses eksekusinya.

Definited Scope (Freezed Scope).
Apakah scope of work harus benar-benar dibekukan (freeze) setelah mendapatkan Approve for Execuiton / Expenditure, ataukah memang masih bisa dilakukan penambahan-penambahan SOW dalam rangka penyempurnaan (continues improvement?).
Lalu kira-kira apa ada yang salah dari proses yang yang kita ketahui melalui PMBOK dan standard-standar yang ada dan yang kita lakukan selama ini, tentang Scope Definition dan hal-hal yang harus dilakukannya?

Seperti yang diketahui, seperti yang dituliskan PMI dalam PMBOK mengenai project phasing, mengenai pentahapan proyek. Sebelum proyek masuk ke phase eksekusi, selalu ada phase yang disebut Planning (perencanaan), yang biasamya selalu diikuti proses-proses dari:
Opprtunity (with Options) kemudian feasibilty study: selected Option, define the option, menentukan option yang terpilih dan menentukan scope yang terdefinisikan dengan jelas, (Scope definition) yang kemudian akan dilakukan dalam sebuah proyek.
Namun rupanya setelah semua fase itu dilalui, masih saja ada options atau bahkan sesuatu yang baru masuk kedalam SOW yang telah diapprove bersama. Menganalisa hal ini ada beberapa hal yang menjadi kemungkinan.

Overlook dan under estimate.
Overlook dan Under Estimate mungkin bisa jadi yang menjadi salah satu (atau dua) permasalahan besar dalam mendefinisikan suatu proyek.
Kemampuan mengestimasi dan mengkritisi terhadap hal-hal yang detail menjadi salah satu kuncinya.
Seperti yang sering disebut: "The Evil is in the detail..." Artinya dalam perecanaan pun diperlukan pendetailan rencana (dalam tingkatan tertentu, tergantung kesiapan data dan Informasi)
Masalah Overlook ini, atau bahasa lainnya "terlewatkan", merupakan istilah yang sering terjadi pada design dan estimasi dalam masa planning ini. Kejadian ini bisa jadi karena semata ketidak telitian atau mungkin faktor-faktor manusia yang lain.
UnderEstimate, atau memandang rendah atau estimasi yang terlalu kecil terhadap suatu aktifitas / equipments yang akan dipasang.


Lalu bagaimana menyikapinya?
Overlook ini dapat diminimalisir dengan Penerapan Quality assurance dalam proses Feasibilty Study / Engineering study ini.Artinya proses check dan re-check dalam setiap deliverable yang dihasilkan dalam phase perencanaan ini mempunyai kualitas yang baik.
Untuk UnderEstimate dapat di kurangi dengan selalu update dan reknosolidasi data base dan informasi. Market intelegent dan perencanaan kerja yang telah di definisikan dengan baik dapat membantu estimasi yang lebih tepat.
Artinya permasalahan itu dapat diminimalisir, dengan membuka chanel KOMUNIKASI sebesar-sebesarnya pada saat planning phase, dalam artian proses untuk review, check dan re-check dari semua stakeholder, sehingga semua informasi dapat tertangkap dengan baik selama proses ini.

Sehingga semua Risk, baik Known, known unknown dapat diantisipasi baik secara biaya (cost) maupun jadwal pekerjaan (schedule). Sehingga diharapakan didapatkan contigency yang mencukupi untuk menghandle semua known (identified) risks yang muncul.
Yang kemudian apabila resiko unknown-unknown adalah resiko yang sama sekali tidak diantisipasi, sehingga bisa jadi menjadi show stopper, atau pernyataan proyek dapat berhenti.
Dan kemudian selanjutnya "mempersempit" chanel komunikasi untuk terjadinya perubahan, dengan filter SOW yang telah disepakati bersama. Mempersempit dalam artian membatasi ke semua stakeholder bahwa perubahan yang terjadi dapat mengganggu kinerja proyek secara keseluruhan.


Namun bila perubahan itu tetap masih ada...
Sampai batas mana perubahan dapat diakomodir dalam sebuah defined scope (freeze scope)?
Saya kira sebuah perubahan,yang apabila memang tak dapat dihindari, apalagi kalau memang perubahan itu merupakan perubahan yang dapat mengakibatkan kegagalan proses dalam sebuah end result sebuah proyek. Bisa jadi perubahan itu meerupakan hal yang sangat significant, sehingga apabila memang perubahan itu tidak dilakukan dapat mengganggu kinerja end product sebuah hasil proyek.
Seperti yang disarankan oleh PMI dalam PMBOKnya, keputusan ini (seharusnya) dilakukan oleh Change Board, atau pihak-pihak yang berhak melakukan keputusan perubahan dan bukan Project Manager dan/atau PMT.
ChangeBoard ini sangatlah penting keberadaannya, karena dengan adanya CB ini, akan memindahkan responsibilty terhadap perubahan dari PM/PMT kepada CB.
PM/PMT tidak dapat disalahkan apabila memang ternyata dalam kenyataannya perubahan itu memang harus dilakukan.

Selasa, 25 Oktober 2011


Earn Value & Earn Schedule

Menarik diskusi tentang earn value dan wacana earn schedule.


Sebagai share pengalaman, dalam pekerjaan EPC Oil&Gas dalam sisi sebagai owner / pemilik proyek. Penerapan earn value tidak gampang diterapkan, yang dimonitor adalah progress yang dibuat dalam weighting yang disepakati dalam Progress measurement systems.
- Enginering dimeasure berdasarkan dalam step progress deiverable,
- Procurement di buat berdasarkan nilai kontrak dan stepping aktifitasnya,
- Construction berdasarkan kombinasi manhour dan nilai kontrak.

Dan schedule dikontrol melaui achievement / milestones yang dicapai.

Earn value analysis membutuhkan actual cost data. Dan sangat tidak mungkin meminta actual cost kepada EPC contractor karena (biasanya) yang dihadapi adalah contract dengan tipe Lumpsump dan bukan tipe reimbursable (biasanya utk type pekerjaan tipe reimbursable adalah yang menjual manhour seperti engineering services only atau pekerjaan berdasarkan
nilai kontrak)

Beberapa wacana untuk melakukan penggunaan manhour weighting (pembobotan) sebagai pengganti money value weighting (apa mungkin ini yang disebut earn schedule?). Dimana semua pekerjaan E,P dan C dimeasure berdasarkan manhours saja. Seperti halnya kita membuat schedule dengan diberikan manhour loaded.

Namun hasilnya kita akan mendapatkan progress measurement yang berbeda dibandingkan dengan progress weighting yg saya sebutkan diatas. Namun ini tidak semua gampang di konvert dengan manhour, karena pekerjaan procurement, walaupun manhournya kecil, namun memiliki value yang
(sangat mungkin) lebih tinggi dari pada engineering.

Sehingga yang terjadi adalah alat kontrol dalam sisi cost adalah sebagai VOWD (value of work done) yg merupakan berapa besar progress yang telah dibayarkan (bahkan apabila kontraktor lambat dalam claim progress akan terlihat tidak bagus dalam cost figure project).

Dan akhirnya yang paling penting adalah bagaimana mencapai target schedule seperti yang dijanjikan, menghindarkan perubahan-perubahan dari lumpsump kontrak yang mengakibatkan penambahan biaya, sesuai dengan standard quality dan dilakukan dengan aman.

Kesimpulannya daam Oil&Gas project, kita tidak hanya menghadai triple constrain, cost schedule dan quality namun juga ditambah yaitu Safety.
(Apa mungkin ini perlu diusulkan dalam penambahan elemen PMBOK? :))


Just want to share lesson and learnt .

First thing first, once you get an authority from your management as project manager, you have to mastering and get familiar with your EPC contract; it's scope of works, terms and payment, contract schedules,changes, rates, type of the contract, etc.
You may need to discuss with proposal group to build and define the WBS (Work Break Down Structure) as your basis of works as per contract SOW.

At this WBS, we need to define the engineering deliverables as required , as stated on MDR (Master Delevirable Register), Materials/equipments to be pocured (Procurement master schedule), and list up the construction activities to install those materials / equipments up to start up and commissioning.

From this WBS we can define schedule duration, cost, and resourcess required.

We need also to budget some several clients specific requirements such as quality, safety, site specific requirements, security, community dev, project management expenses and also some contigency (management reserves) that need to have agreement with your management.

Definitely as Project Manager you may requires project engineering support, Construction team, QA/QC, and also project control support, which the quantity and numbers deppend on the size of the project and also as per contract requirements. You need to delegate the work
responsibilities as per their experties.

From here at this planning stage at minimum, we might have the followings:

1. WBS dictionary (as per contract SOW) and additional WBS for project management / reserves as stated above.

2.Poject Master schedule (as per contract Schedule) which will be broke down into:

2a.Contract / Target milestones
2b.Master Delverable Registers
2c.Procurement Master schedule
2d.Construction (up to start up/ comm) schedule
2e.Close out

3.Cost & Budget and target set up (and also cash flow forecasting as per terms of payments)

4.Resourcess requirements

5.Safety and Quality requirements.

Further after contract signing. Together with your client need to set up "kick off" meeting to discuss and verify the SOW to avoid future disputes, setting up targets and milestones etc.

And you might to enter the execution and controlling phase of the project...


On 7/10/09, Winner Yousman wrote: Dear all,

Could help me give the advice and suggestion with the situation below ?
Dear all,

Could help me give the advice and suggestion with the situation below ?

I have been assigned as Project Manager and the information of project has show below :The project is EPC Project
The project has been awarded to my company
1. I was not involved in the proposal preparation work at all
2. Contract will be signed with client two weeks later. ( Contract documents are already available )
3. Client Representatives will start staying resident immedately after contract signing
EPC Schedule is very tight, and the budget seems to be very severe
4. All key members involved in proposal preparation will be assigned in different project, not in this EPC project per the TOP Management Policy
5. Top Management expects you to ensure the profit per the company standard
6. Engineering Manager has also been already assigned, but all other project key members will be assigned very soon.

Please suggest me what should I do as the first things to do if I have been assigned as Project Manager ?


Pertanyaannya cukup singkat namun kalau dijelaskan memerlukan penjelasan yang cukup panjang.

Kita mungkin perlu berangkat dari kata kuncinya yaitu: "Project";"Management"; "Project; "Management" dan terakhir "Project Cost management"

Dimana menurut PMBOK (project management body of knowledge) www.pmi.org.
Project, dalam terjemahan bebasnya adalah: Project adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menghasilkan produk (barang atau servis) dalam jangka waktu tertentu (temporary) yang mempunyai waktu permulaan dan beralkhir.

Dalam milis ini memang membahas dan fokus Produksi dan Operasi. Walaupun sifatnya sama menghasilkan suatu produk (barang/jasa) namun sifat operasi adalah terus menerus, namun Project sifatnya adalah temporary dan ada permulaan dan akhirnya.

Dalam proyek selalu ada tahapan Inisiasi , Perencanaan/Planning, Pelakasanaan/Execution, Controlling dan Clossing.

Namun dengan niatan belajar bersama, yang menurut pepatah: "ikatlah ilmu dengan menuliskannya", saya mencoba menjelaskan sebatas pengetahuan saya.

Kata "Manajemen" sendiri mempunyai arti sebagai suatu ilmu tentang seni mengatur/memimpin organisasi yang terdiri dari aktifitas "POAC",Planning, Organizing, Actuating dan Controlling.

Bila digabung: Project Management, yang masih menurut PMBOK, adalah: Aplikasi dari pengetahuan, skills/keahlian, tools dan teknik dalam menangani aktifitas project untuk mecapai/memenuhi ekspektasi project dan stakeholders.

Kembali ke subject yang ditanyakan apa itu "Project Cost Management" ??

Project Cost management adalah salah saty elemen dari banyak elemen di Project Management, dan merupakan elemen tiga terpenting yang paling banyak disebut oleh orang dalam Project Management : Cost, Schedule dan Quality yang sering juga disebut "triple constrains" dalam
mencapai tujuan project. Selain itu ada juga elemen yang lain diluar tiga tersebut seperti
Project Integration, Scope, Human Resources, Communication, Risks dan Procurement.

Elemen Project Cost Management terdiri dari:
1.Resource Planning / Perencanaan Sumber Daya
2.Cost Estimating / Estimasi Biaya
3.Cost Budgeting / Anggaran Biaya
4. Dan Cost Controlling / Pengaturan Biaya.

Diperlukan penjelasan yang perlu panjang lebar apabila harus menjelaskan satu persatum engenai elemen Project Cost Management.
Namun kalau boleh dituliskan secara singkat,
1. Perencanaan Sumber Daya terdiri atas Perencanaan sumber daya modal/biaya, Tenaga Kerja, Perlatan/mesin dan material. Perencanaan Biaya yang biasa dilakukan dalam proyek seperti halnya anggaran biaya yg lain adalah: Direct Cost dan Indirect Cost.
1.a. Direct Cost adalah merupakan biaya langsung selama project berlangsung yg biasanya terdiri dari: Biaya Tenaga Kerja, Peralatan dan Material
1.b. Indirect Cost adalah merupakan biaya yang tidak langsung / tidak tetap seperti: biaya manajemen proyek, izin, asuransi dll.

2. Perkiraan biaya / Cost estimating, adalah ilmu dan teknik dalam menghitung biaya proyek berdasarkan dasar-dasar perkiraan/teknik yang dipakai (analogi, parameter, Bottom up, dan computerized berdasarkan basis data yang ada dlm software)

3. Anggaran/budgeting, merupakan kegiatan untuk menyusun anggaran belanja dan aliran kas (masuk dan keluar) dalam suatu proyek berdasarkan Rencana Anggaran Biaya (RAB)

4. Controlling, Merupakan kegiatan untuk mengontrol biaya/cost, berdasarkan RAB / Cost baseline sehingga diperlukan teknik untuk mengukur kinerja / performance dan pengontrolan terhadap perubahan / change..

Dari keempat elemen itu, diperlukan suatu sistem pembagian dan perumusan hirarki project yang biasanya kita sebut Work Breakdown Structure (WBS). WBS ini sangat amat penting, karena merupakan basis dari scope project itu sendiri. Pembagian struktur kerja / WBS ini sangat penting, karena setiap WBS mempunyai keterikatan dengan elemen biayanya, atau biasa disebut juga dengan "Cost Breakdown Structure" (CBS).
WBS secara arti harfiahnya, secara singkat dapat dijelaskan sebagai membagi suatu kegiatan proyek menjadi struktur atau hirarki tertentu, sehingga sampai kepada paket-paket pekerjaan yang terperinci yang bertujuan untuk mempermudah dikelola.
Pembagian struktur WBS secara umum dapat dibagi berdasarkan:
1. Area / Lokasi pekerjaan
2. Kategori pekerjaan (berdasarkan Disiplin Ilmu / Tenaga kerja dan Peralatan)
3. Spesifikasi pekerjaan
4. Berdasarkan para pihak / Kontraktor yang mengerjakan.

Kembali ke subject pertanyaan, software apa yang digunakan untuk Project Cost Management"
Jawabannya adalah : Banyak software yang bisa digunakan Dari yang "common", seperti Ms.Excell yang sebenarnya menurut saya sudah "mencukupi" kebutuhan proyek dalam skala yang kecil, sampai dengan "integrated (dan complicated)" seperti SAP module SAP - project management.

Software planning dan schedulling seperti Ms.Project dan untuk skala yang lebih besarnya Primavera Project Planner juga sudah terintegrasi untuk Project Cost managementnya. Elemen planning secara waktu (schedule/jadwal kerja) dan juga secara biaya, per aktifitas kerja.

Dan kalau mau "customized" saya lihat banyak juga konsultan Project Management menawarkan Project Management software seperti PIMS dll yang didalamnya sudah pasti ada yang menangani Project Cost Management.

Tapi dari semua software tersebut, kembali lagi menjadi suatu tools yang sangat tergantung dari kebutuhan user/pengguna aplikasi tersebut. Dan kembali lagi kepada manusia nya, pekerja project itu sendiri.

Karena Project Management, menurut saya, sangat fokus kepada Manusia - Kepemimpinan, Kerja sama team, dan KOMUNIKASI


Seperti halnya buku "the secret" Rhonda Byrn, apa yang kita pikirkan akan menjadi magnet terhadap sesuatu hal. Barusan saja saya berusaha menulis tentang ini, tentang masalah "integrity" atau integritas dalam bahasa serapan di Indonesia untuk milis PMI Indonesia, namun masih "nyantol" dalam handheld saya…
Tidak tahu harus berbuat apa. Jadi saya harus menulis ulang lagi tentang ini, namun sekaligus berkah karena mendapatkan triger dari tulisan tentang "Kecerdasan spiritual" dan hubungannya dengan PMBOK oleh pak Jaya Martha ini.

Sebagai insan penggiat Project Management (yang saya coba singkat sebagai: PM), sudah seharusnya masalah integritas adalah masalah yang sangat krusial dalam tulisan dibawah ini, yang mengambil topik sebagai "Kecerdasan Spiritual", dan hubungannya PMBOK dan ditambah dengan puisi "Jaman Edan" Ronggo Warsito ...

Yang ingin saya tanggapi agar lebih universal adalah masalah "integritas". Integritas dalam kata asalnya bahasa Inggris Integrity secara harfiah adalah; Ketulusan hati, Kejujuran; Keutuhan. Sudah lama Indonesia kehilangan jati dirinya sebagai bangsa yang mempunyai Integritas... Bangga sebagai bangsa Indonesia yang utuh yang jujur, religius dan agamis.

Bagi saya, saya melihat Integritas sebagai suatu sikap yang utuh yang mencerminkan compliance terhadap peraturan dan nilai-nilai (baik formal maupun non formal) yang ada sebagai seorang profesional
dibidangnya. Seingat saya, Masalah integritas, dalam test Project Management Professional (PMP) juga merupakan bagian dari exam, ada soal yang mempertanyakan tentang integritas ini yang biasa juga disebut "code of conduct" atau "Bussined ethics" atau mungkin bisa juga disebut sebagai integritas. Dan sertifikat ini bisa dicabut apabila kita terjerat masalah hukum / ethical.

Kelanjutan untuk diskusi, saya akan berangkat dari analisa dari premis berikut:

Premis Pertama:
Milis ini membawa nama ID/Indonesia sebagai sebuah kumpulan "insan profesional" di Bidangnya.

Premis turunannya:
Berapa banyak proyek indonesia menjadi sebuah "cibiran" dunia internasional karena dipenuhi dengan "kong-kalikong", "angpao", "sogokan" dan lain sebagainya. Dan itu terjadi di Indonesia yang
katanya Indonesia adalah bangsa yang agamis. Dan kenyataannya banyak kasus proyek yang sekarang dimeja hijaukan...

Sebenarnya siapa yang bertanggung jawab??
Jawabnya adalah kita semua, karena seharusnya sebagai penggiat PM di Indonesia, mengkampanyekan Integritas sebagai suatu kesatuan yang utuh sebagai seorang profesional.

Hal itu bisa dimulai dengan:
1. Peningkatan sosialisasi melalui milis lembaga profesional disini tentang masalah integritas. Sebagai kampanye bersama yang anti KKN. Karena saya yakin untuk hal memberantas KKN ini harus dimulai dari
lingkungan kita sendiri. Compliance terhadap peraturan, baik compliance terhadap peraturan internal perusahaan, lembaga pengatur negara dan ini harus menjadi pegangan utama setiap insan profesional dalam melangkah.

2. Lebih menghargai sertifikasi profesional yang ada, dan mendukung berkembangnya sertifikasi di Indonesia. Karena dengan berkembangnya sertifikasi profesional sebagai suatu standard kompetensi sekaligus
banchmark dengan dunia Internasional.

China saja sudah mempunyai PMP berbasis bahasa China, Indonesia - mengapa tidak?. Begitupun dengan sertifikasi semacam CMNP utk SCM.
CMIIW.

3. Lebih menghargai masukkan dan input dari kumpulan profesional, baik formal dan informal, sehingga peraturan dapat di customize lagi agar tidak menjadi sebuah peraturan yang malah jadi constrain dunia usaha.
Wacana dimilis APICS-ID tentang kampanye ERP di dunia pemerintahan / DPR kemarin, sangat saya dukung. Dan perlu juga dukungan semua pihak. Karena dengan sistem ERP atau e-procurement diyakini dapat mengurangi "kenakalan" oknum. Kalau bisa sebagai insan profesional dapat memberikan solusi alternatif dengan ERP "lokal" yang murah dan terjangkau tanpa harus memakai ERP yang "njlimet". Ribuan pakar IT Indonesia saya yakin mampu membuatnya, namun hanya karea kurang "jualan" maka tidak terpakai.



Dalam hal ini tentunya kita harus spesifik bicara apakah ini open tender, atau merupakan jenis tender spesifik/"tertutup" seperti direct selection dll. Tender "tertutup" seperti ini, sangat dibatasi
pemainnya dan karena sifatnya juga, tender ini hanya boleh utk kegiatan yg bersifat mendesak / emergency dan atau bersifat maintenance / similarity product sebelumnya yg terpasang dll (seperti
tercantum dlm PTK007). Dan hal ini memerlukan proses approval baik dari internal maupun eksternal company. Tidak ada proses pra kualifikasi disini. CMIIW

Kalau kita bicarakan jenis open tender, yang dimulai dengan Public announcement di media. Kriteria penyeleksian dibagi dalam beberapa tahap, tergantung model tendernya, 1 sampul, 2 sampul atau 2 tahap (Teknikal dan komersial). Ada beberapa keuntungan dan kelebihan dalam masing-masing model dalam jenis tender ini, namun dalam semua model tersebut tentunya ada tahap
Pre Qualifikasi (PQ). Tahapan ini akan menyeleksi bidder berdasarkan beberapa kriteria, yang saya ingat adalah: HSE system, Kemampuan finasial, sertifikasi dan sistem standard / manajemen mutu yang ada dan yang digunakan, fasilitas produksi/fabrikasi,peralatan/equipment yg dimiliki, kualifikasi personel dan History project sebelumnya.

Kembali ke subject pertanyaan, seberapa penting history/pengalaman project serupa? Tentunya ini kembali dari sistem skoring yang sudah disinggung pak Munawir diemail sebelumnya, yang jelas review oleh
klien berdasarkan kritera kriteria yang sudah dijelaskan di elucidation meeting/ bid opening. Jadi apabila rekan Eko sudah yakin terhadap kriteria2 tersebut terhadap perusahaan anda, namun karena experience yang belum ada. Maka harus diingat bahwa saingan perusahaan anda, adalah mungkin perusahaan yg memiliki skor yang sempurna terhadap semua kriteria2 yang dibuat klien tersebut. Kecuali anda menjual produk/ service yang sangat spesifik, sehingga pemainnya pun sedikit.

Bagi saya, track record, history project yang serupa, semacam CV buat kita yang karyawan mencoba melamar pekerjaan. Seberapa cocokkah kita terhadap pekerjaan yg dilamar, dengan pengalaman kerja kita.
Jadi track record / pengalaman bisa jadi sangat penting dan juga "mahal".

Sekedar saran yang mungkin sudah dibahas: history project/ pengalaman, bisa didapat antara lain dengan: menjadi subkontraktor terhadap main kontraktor, atau bisa juga dengan aliansi bisnis / konsorsium,
sehingga dengan aliansi bisnis yang sudah mempunyai pengalaman tentunya, akan "mengerek" nama perusaahaan anda. Dan pengalaman diatas sudah "sah" menjadi track record perusahaan.

Dan bisa jadi karena untuk menyaring vendor KKS / Klien bisa saja mengagalkan vendor/bidder dalam PQnya dengan kriteria skoring nya sendiri, dan sepenuhnya hak klien untuk menilai. Dan tidak ada negosiasi / "pendekatan" dalam proses ini apalagi menambahkan dokumen-dokumen kelengkapan. Katanya ini namanya "post bidding".

Karena terus terang saja, semakin banyak bidder yang masuk di tender, sebenarnya bagus juga karena menjadi lebih kompetitif, namun tentu saja menjadi beban dan menghabiskan waktu klien untuk mereview
bidder2 tersebut. Bisa jadi dari puluhan bidder bidder yang masuk disaring menjadi dibawah 10 bidder. Karena ada juga persyaratan di PTK , adalah minimal 3 utk open tender dalam PQ agar bisa lanjut ke Teknikal. Namun bukan berarti dibuat tiga yang lolos, tapi artinya benar-benar harus disaring bidder2 tersebut. Agar lebih mudah ke tahapan selanjutnya.

Maka sekali lagi berdasarkan pengamatan saya, kenapa katakanlah, vendor A yang lagi-lagi memenangi/ lolos, sementara vendor B yang kurang beruntung tersisih dalam tahapan PQ atau tahapan bid teknikal?
Ini karena juga karena berdasarkan pengalaman/track record. Menurut saya, vendor A tersebut, telah mengetahui standard mutu dan "kebiasaan" persyaratan klien. Vendor A ini sudah sangat mengerti requirement klien. Sehingga menyiapkan dan melengkapi dokumentasi tender yang berbinder-binder adalah hal yang biasa dan mudah buatnya. Beda dengan perusahaan yang baru mengikuti tender, baru kelengkapan dokumen saja sudah "fail" keluar dari gelanggang.

Terakhir, perlu diingat bahwa dalam proses review bidder, pd perusahaan yang sudah establish tentunya mengedapankan azas profesionalitas dan akuntabilitas yang tinggi. Ada internal auditor yang siap memeriksa setiap kejanggalan yang dilaporkan. Bahkan vendor pun dapat melaporkan pelanggaran ke pihak pihak terkait. Jadi apabila menemukan kejanggalan, protes jangan sungkan-sungkan: LAPOR kan.

Tentunya dengan tetap mengedepankan obyektifitas dan fakta yang nyata dan melalui saluran yang benar.