Senin, 28 November 2011
Korban Antrian Blackberry: soal Konsumerisme, Tertib Antrian dan Perlindungan publik
Diposting oleh Unknown di 15.56Mencermati berita akhir-akhir ini di detik.com tentang 90 Orang Jadi Korban Antrean Blackberry 'Murah'dan korban 3 Patah Tulang. Membuat saya tergerak untuk menulis.
Soal Blackberry atau barang elektronik lainya, dalam perspektif saya, merupakan kebutuhan masing-masing individu yang mungkin bisa berbeda. Tapi sebenarnya bukan hanya masyarakat Indonesia yang gila sifat konsumtif, sebenarnya kalau mau melihat yang lebih luas, saya melihatnya ada beberapa hal yang perlu dicermati:
1. Soal konsumtif,
Dalam soal konsumtif dan khusus kasus "gila diskon", sebenarnya hampir berlaku ke semua negara. Ambil contoh film mister bean, yang rela antri sampe menginap di depan "department store" untuk mendapatkan antrian terdepan karena ada "Sale" atau cuci gudang / harga murah beneran. Dan bukan seperti "sale"nya R****na yang sebenarnya "pura-pura":), dan lagi menurut film itu, Mr.Bean sampai pulang duduk di sofa diatas mobil moris mini nya..:)
Dan juga informasi yang saya dapat dari milis dari lorco.id, menyebutkan informasi pada saat Wal-Mart Amerika menggelar obral produk produknya pada tahun 2008, 1 orang tewas dan 11 orang teluka saat itu akibat antrian yang semakin kacau menjadi arena berdesak desakan dan berebut produk bagi 2000 konsumen yang menyerbu Supermarket yang didirikan oleh Sam Walton tersebut.
Kesimpulannya, perilaku konsumtif ini sangat "manusiawi", dan ini kalau bagi saya adalah purely soal promosi dan "sale" dari produsen yang memang "jarang terjadi" di sini, kemudan ini juga soal kesempatan konsumen mendapatkan harga yang lebih murah dan terakhir adalah soal "kebutuhan" masing-masing pribadi dan kemauannya untuk mendapatkan harga yang "murah".
Diskon 50% nya aku pikir adalah diskon "betulan", dan cukup menggiurkan buat sebagian orang. Bisa saja yang beli adalah dengan maksud dijual kembali .. Dan ini kreatif diantara kesempatan kerja yang sempit..:)
2. Budaya antri,
Tidak seperti budaya antri dan tertib di Jepang dan di negara-negara maju lainnya, masyarakat Indonesia termasuk "terbelakang" soal antri dan tertib. Seperti tulisannya cak Imam Robandi dalam etos sakuranya, budaya antri adalah cermin kepribadian yang menghormati hak-hak orang lain.
Jadi bagi saya, untuk generasi yang sekarang yang dibutuhkan adalah aturan dan mekanisme yang jelas dan tegas (misal dibuat tali antrian dan pengawasan yang ketat dst)
Untuk kedepan, saya kira soal kebudayaan dan pendidikan moral harus ditanamkan sejak awal, sehingga kedepannya walaupun tanpa pengawasan dan alat-alat pembatas lainnya sudah dapat dengan tertib melakukan antrian..
3.Lemahnya perlindungan terhadap konsumen.
Sudah seharusnya pihak pelaksana mendapatkan teguran dan juga " hukuman" dari pemerintah/yang berwenang. Melihat dari berita itu, kecelakaan yang mengakibatkan terluka apalagi sampai celaka (patah tulang).
Sementara pada kasus Walmart di atas, Retailer terbesar di dunia itu harus menghadapi tuntutan kriminal, denda sebesar 10.000 US Dollar, dan kewajiban membayar uang kompensasi untuk para korban sebesar 400.000 US Dollar atas peristiwa Jumat Kelabu, sehari setelah hari perayaan Thanksgiving.
Dan OHSA menyebutkan penyelenggara suatu acara yang menjadikan adanya kerumunan massa untuk mengetahui dan menerapkan "Crowd Management Safety Guidelines" (Panduan Keselamatan Manajemen Kerumunan Massa) untuk keselamatan kita semua, baik itu para konsumen/ pengunjung atau penyelenggara.
Bila perlindungan terhadap konsumen kuat, maka pihak penyelenggara pasti akan didenda dan seharusnya memberikan kompensasi terhadap para korban ini akibat kelalaian acara ini.
Tapi ya begitulah kondisinya, prediksiku akhirnya hanya sebatas "peneguran" dan masuk berita/ koran seperti di detik.com ini tanpa ada konsekwensi.
0 komentar:
Posting Komentar