Senin, 28 November 2011


Tinjauan fase Proyek sampai dengan Operasi

Seperti yang sudah diketahui fase proyek selalu melewati tahapan: 1.inisiasi - 2.perencanaan - 3.eksekusi dan terakhir 4. close out untuk kemudian diserahkan untuk Operasi.
Fase Perencanaan/Planning adalah fase studi kelayakan (feasibilty study) atau juga disebut dengan desain perencanaan, dalam fase ini tidak ada pekerjaan berbentuk fisik, karena lebih bersifat perencanaan (dan enjineering/rekayasa) diatas kertas, terhadap semua rencana sebelum kemudian masuk ke fase berikutnya, dan umumnya kontrak kerja untuk phase ini dalam bentuk Engineering study (FEED) atau Studi Kelayakan proyek.
Fase Eksekusi, merupakan kelanjutan dari fase Perencanaan, dimulai dengan Detail Enjineering atau lebih mendetailkan pekerjaan sebelumnya, kemudian untuk dilaksanakan dengan eksekusi (pelaksanaan pekerjaan) dalam bentuk fisik. Umumnya bentuk pekerjaan eksukusi ini dalam bentuk EPC kontrak. Kemudian Pada akhir fase eksekusi sebelum Close Out Proyek, bersamaan itu juga dilakukan serah terima kepada pemilik (owner) untuk kemudian dapat dioperasikan.
Dan untuk standard kontrak yang saya tahu selalu ada masa garansi oleh kontraktor pelaksana. Dan umumnya coverage terbatas dalam waktu 1 tahun (dalam kontrak2 FIDIC), dan sependek pengetahuan saya paling lama adalah dalam bentuk ekstensi tahun2 berikutnya tergantung kontraknya. Dan biasanya termasuk dalam terms ekstensi kontrak dalam pemeliharaan (O&M / Operasi dan maintenance).

Pentingnya QA/QC dan proses verifikasi / sertifikasi.

Ada catatan penting yang mungkin harus dilakukan dalam proses detail desain/enjineering dalam fase eksekusi.
Pentingnya proses Quality Assurance / Quality Check (QA/QC), tentunya semua sudah sepakat, memang harus dijalankan dengan baik.
Proses menerima hasil pekerjaan kontraktor harus dilakukan dengan kaidah yang disepakati, sesuai dengan lingkup pekerjaan (Scope of Works) dan dicatat dengan dokumentasi untuk keperluan informasi pada saat selanjutnya (masa operasi misalnya). Ketika menerima / menyepakati pekerjaan yang dilakukan oleh kontraktor dengan approved progressnya, artinya ada verifikasi QA/QC, kemudian bisa dikatakan tanggung jawab hasil pekerjaan berpindah dari konraktor ke owner / pemilik proyek.
Sehingga sampai saat ini saya selalu angkat topi untuk rekan-rekan QA/QC yang selalu menjunjung tinggi profesionalitasnya.

Hal lain yang perlu menjadi catatan, seperti yang ditulis oleh Prof. Priyo Suprobo, seorang ahli civil structure dari ITS Surabaya, adalah: bahwa minimnya Insinyur Profesional yang (bersertifikasi) di Indonesia, dimana seharusnya para insinyur/enjineer sebagai perencana, pelaksana dan pengawas proyek harus mempunyai sertifikasi sebagai Insinyur Profesional, seperti yang disyaratkan oleh UU no.18 tahun 1999. Hal ini dimaksud,w secara ringkasnya, adalah menjamin kualitas hasil produk jasa konstruksi. Namun soal peraturan tinggallah peraturan diatas kertas tanpa adanya "law enforcement" yang jelas dan tegas. Dan kedepan sebagai pembelajaran, seharusnya lebih ditekankan lagi oleh regulator (negara beseerta lembaga-lembaga pelaksananya), menjadikannya prasayarat dalam setiap melakukan pekerjaan konstruksi.

Dari penelitian teknis yang dilakukan oleh tim ITS, mengenai robohnya jembatan Kukar dapat disimpulkan dalam video ini.
Analisa yang mungkin dapat di ambil kesimpulan sementara dari tim teknis ITS ini adalah:

Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) ini juga menambahkan, material yang digunakan sebagai bahan pembuatan jembatan tidak memenuhi standar. ''Material yang digunakan adalah FCD 60 (besi tuang, red) yang memilki ketahanan impak rendah,'' terangnya.


Dan kemudian yang tak kalah pentingnya juga adalah proses verifikasi desain enjineering pelaksana pekerjaan (maupun juga owner) oleh lembaga sertifikasi yang diakui/diatur oleh regulator (negara) yang dilakukan oleh pihak ketiga (third party).
Setahu saya untuk proyek Migas, walaupun dengan segala kontroversinya, proses verifikasi desain enjineering ada yang disebut dengan SKPP/SKPI: SKPP (sertifikat kelayakan penggunaan peralatan) untuk single sistem proses dan SKPI (sertifikat kelayakan penggunaan instalasi) untuk sebuah plant (areal proses produksi) yang dikeluarkan oleh MIGAS lewat perusahaan jasa inspeksi teknis (PJIT)nya. Namun untuk konstruksi umum, terus terang saya belum familiar untuk proses sertifikasi design oleh pihak ketiga ini.

Tentunya dengan adanya sertifikasi para pelaku eksekusi dan proses verifikasi desain / enjineering ini akan menjadi sangat penting, karena peranan regulator (negara) dengan lembaga ketiga nya (third party) yang memastikan proses desain dilakukan dengan baik dan benar, sesuai dengan kaidah enjineering yang disepakati dan dapat menjamin keselamatan dalam ber operasinya, apalagi hal ini menyangkut keselamatan publik.


Jembatan Tenggarong (Kukar / Kutai Kertanegara)runtuh

Kasus jembatan runtuh / ambles, yang sempat diblow up media, seingat saya juga pernah terjadi pada jembatan layang disekitaran Jakarta Utara, dan sekarang di Kalimantan Timur ini.
Soal garansi, karena sudah lewat dari masa garansi (lebih dari 1 tahun), maka menurut saya tanggung jawab ada pada pemilik proyek (Owner) yang mengoperasikannya, bukan pada kontraktor.

Untuk meruntut hal ini, hal-hal yang perlu diaudit dan diverifikasi adalah:
1. Proses Detail desainnya. Perlu dilihat lagi desain dan asumsi yang ada pada saat eksekusi.

2. Proses QA/QC nya Verifikasi, dan sertifikasi desainnya (bila ada), untuk memastikan bahwa proses sudah dilakukan dengan benar. Dan ini memerlukan "forensic analysis" terhadap data dan dokumentasi (inilah pentingnya dokumentasi).

3. Proses Maintenance dan Operasi, walaupun sebuah jembatan, proses O&M nya bisa jadi adalah pemeriksaan secara berkala pada struktur bangunan dan perubahan2nya dari point nomor 1 dan 2. Termasuk bila terjadi kerusakan secara major pasti seharunya dapat diindikasikan sebelumnya. Karena bila sebelumnya telah mempunyai data dan informasi yang teratur dengan O&M yang baik, seharusnya hal ini sudah dapat diprediksi dan dapat dimitigasi.

Kalau dilihat, terlepas benar salahnya waktu pelaksanaan, memang paling gampang yang disalahkan pada kasus ini, adalah pihak yang terlibat pada tahap pelaksanaan. Dan akhirnya kita selalu mengambil shortcut dengan menyimpulkan "salah kontraktor pelaksana"..
Padahal dalam proyek, seperti yang saya sebutkan dibawah, approval atau persetujuan terhadap hasil pekerjaan, artinya juga memindahkan "resiko" hasil pekerjaan kepada owner/pemilik proyek.. Makanya saya menyebutkan pentingnya proses QA/QC dan verifikasi serta sertifikasi oleh owner/pemilik proyek.

Untuk kasus ini, mengapa saya sebutkan O&M yang sangat berperan, karena untuk kasus ini dalam persepktif project management sudah melewati masa garansi dan ikatan kontraktual sudah tidak ada. Sehingga yang ada adalah kewajiban Operasi & maintenance (oleh pemilik / owner). Dan dengan O&M seharusnya sudah bisa diindikasikan sebelum terjadi kejadian. (Preventive and Predictive maintenance). Karena klaim-klaim konstruksi, selalu berangkat pada Contract, ikatan hukum (legal binding) kepada para pihak yang mengikatkan diri, yang juga mempunyai jangka waktu yang tertulis dalam kontrak. Dan klaim konstruksi dalam kontrak hanya bisa terjadi pada periode / jangka waktu yang tertera pada kontrak (kontrak period). Selepas waktu itu, para pihak sudah tidak mempunyai ikatan secara kontrak (hukum) lagi.

Dan bila mau dibawa kepengadilan, dengan UU konstruksi misalnya, dengan mekanismenya dengan Peraturan Pemerintah. IMHO, saya kira proses ini akan rumit, dengan alasan saya sebutkan sebelumnya. Dan setelah saya coba browse peraturannya dari website PU, mengatur batas waktu maksimal 10 tahun sejak penyerahan hasil kerja, walaupun design lifenya menyebutkan lebih (biasanya utk konstruksi umum 25-30 tahun).

Jadi kesimpulan dari tulisan ini,khusus untuk kasus jembatan tenggarong runtuh, menurut saya adalah faktor Operasi & Maintenance adalah faktor kunci yang pertama untuk menghindari major destruction dan fatality. Banyak hal yang bisa dihindari dengan melakukakan pengawasan dan mitigasinya sebelum terjadi "impact" terhadap publik.

0 komentar: